Ketua GD PAD Palembang Tolak Usulan DPRD Soal Cabut PBB Gratis: Ini Bukan Sekadar Angka, Tapi Soal Keadilan Fiskal

photo author
DNU
- Sabtu, 3 Mei 2025 | 22:56 WIB
Tim Investigasi Koalisi Gerakan Penyelamat Lingkungan (KGPL), Rizky Pratama Saputra ST (Dok Ist/KetikPos.com)
Tim Investigasi Koalisi Gerakan Penyelamat Lingkungan (KGPL), Rizky Pratama Saputra ST (Dok Ist/KetikPos.com)

KetikPos.com- Usulan Ketua DPRD Kota Palembang, Ali Subri, untuk mencabut kebijakan penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di bawah Rp300 ribu menuai penolakan keras.

Ketua Gerakan Demokrasi Pendapatan Asli Daerah (GD PAD), Rizky Pratama Saputra, ST menyebut wacana tersebut sebagai langkah mundur yang mencederai prinsip keadilan fiskal.

"Ini bukan soal angka. Ini soal keberpihakan. Rakyat kecil sudah lama menopang PAD tanpa banyak bicara. Jangan sekarang mereka dijadikan sasaran empuk," tegas Rizky dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (03/05/25).

Menurut Rizky, kebijakan pembebasan PBB yang diterapkan era Wali Kota Harnojoyo sebagai terobosan progresif. Ia mendesak DPRD untuk memperbaiki sistem klasifikasi dan validasi wajib pajak, bukan mencabut kebijakan hanya karena pelaksanaannya belum sempurna.

Baca Juga: Respon Kebijakan Ekonomi AS, Indonesia Harus Bergerak Cepat: Saatnya Tingkatkan Daya Saing, Bukan Hanya Andalkan Insentif Pajak!

"Kalau warga elit kecipratan, itu salah sistem, bukan salah kebijakannya. Perbaiki datanya, bukan hak rakyatnya yang dicabut," tegasnya.

Kendati demikian, pria yang akrab disapa dengan RPS ini, juga  menyayangkan pernyataan Ketua DPRD yang membawa contoh pribadi untuk membenarkan pencabutan subsidi.

"Kebijakan publik harus berbasis data, bukan opini personal. Ini bukan ruang curhat, ini ruang kebijakan," sindirnya tajam.

Tak hanya itu, Rizky juga menolak wacana melibatkan RT dalam menentukan kelayakan penerima PBB gratis. Menurutnya, hal ini hanya membuka ruang subjektivitas dan potensi kolusi.

"RT bukan alat ukur fiskal. Kalau Bapenda saja belum rapi, apalagi RT. Ini bukan soal siapa kenal siapa, ini soal hak warga negara," ujarnya.

Baca Juga: DPRD PALI Tuntut PT SLR Tingkatkan CSR dan Kontribusi Pajak untuk Kemajuan Daerah

Bukan hanya itu, Ia juga menyoroti capaian PBB baru diangka 11 miliar dari target 265 miliar atau hanya 4 persen. Data ini menunjukkan adanya dugaan lemahnya sistem pungutan, bukan karena adanya PBB gratis.

"Kenapa DPRD diam soal kebocoran pajak reklame, parkir liar, pajak hotel, restoran, pakir progresif atau retribusi pasar? Kenapa yang dikejar justru rakyat kecil yang patuh? Ini logika terbalik," kritiknya.

Rizky menegaskan bahwa pihaknya mendukung evaluasi kebijakan, tapi bukan untuk mencabut, melainkan untuk memperbaiki.

"Kalau ada 5 persen salah sasaran, benahi sistem. Jangan korbankan 95 persen warga lain hanya demi citra ketegasan palsu," katanya.

Sementara itu, Iskandar juga meminta untuk tidak memainkan isu populis yang bisa merusak kepercayaan publik.

Baca Juga: Palembang Berikan Penghapusan Denda Pajak Hingga 75%, Program Pemutihan Dimulai

"Kalau sungguh peduli PAD, dorong digitalisasi, perkuat pengawasan, dan hentikan permainan wacana yang melemahkan perlindungan fiskal untuk rakyat kecil. Ini soal tanggung jawab, bukan panggung," pungkasnya dengan singkat.

Sebagai informasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Palembang mengusulkan kepada pemerintah kota (pemkot) Palembang untuk segera menghapus gratis Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) rumah dibawah 300 ribu rupiah bagi komplek elit atau komersil.

Ketua DPRD kota Palembang Ali Subri mengatakan bahwa sebelumnya Walikota Palembang Harnojoyo telah menggratiskan PBB di bawah 300 ribu rupiah. Tapi keputusan tersebut dirasanya tidak tepat sasaran justru orang kaya turut menikmatinya.

Baca Juga: Tertib Pajak, Palembang Berkilau: Pj Wali Kota A Damenta Ajak Warga Manfaatkan Penghapusan Denda, Dorong Pembangunan Kota

“Walikota dahulu Harnojoyo menggratiskan PBB dibawah 300 ribu, kami ingin dihilangkan, ini tidak tepat.”kata Ali Subri seperti dikutip KetikPos.com dari portal berita SuaraMetropolitan.

Dia menuturkan ber contoh pada dirinya sendiri, hingga tahun 2025 rumahnya pribadinya tidak dikenakan PBB, padahal dirinya merasa tidak pantas sampai menikmati subsidi tersebut.

“Bukan cak kekayoan (bukannya saya orang kaya – red) tapi rasanya tidak sesuai kalau harus gratis. Mau bayar gak bisa karena peraturannya seperti itu,”ungkapnya. ****

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Kejaksaan RI telah Bertransformasi & Mereformasi Diri

Rabu, 19 November 2025 | 12:23 WIB
X