Mengadili mantan Presiden Jokowi atas tuduhan mengkhianati negara dan merusak tatanan berbangsa.
Memproses pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka, yang dianggap cacat demokrasi, konstitusi, moral, dan religi.
Mereformasi Polri, menempatkannya kembali di bawah Kemendagri agar tak lagi menjadi operator oligarki.
Menindak tegas oligarki hitam, menyita aset mereka yang terlibat SCC, korupsi, pajak, penyuapan, hingga perampasan tanah rakyat.
Mengusut hukum pembunuhan Affan Kurniawan dan pelaku aksi anarkis aparat.
Mengadili pelanggar HAM berat, termasuk tragedi KM 50, Kanjuruhan, dan kematian ratusan petugas KPPS.
Menyelenggarakan pemerintahan berdaulat dan konstitusional, bebas dari oligarki, hipokrisi, dan retorika kosong.
Daulat Rakyat atau Oligarki?
Deklarasi yang ditandatangani Mayjen (Purn.) Soenarko dan Dr. Marwan Batubara ini menyerukan agar rakyat bersatu mengambil kembali kedaulatan dari tangan oligarki. Mereka menegaskan bahwa perjuangan ini harus ditempuh melalui jalur konstitusional, namun dengan tekanan rakyat yang masif.
Momentum ini dianggap krusial bagi Prabowo. Apakah ia berani memutus mata rantai oligarki atau justru meneruskan pola lama? Sejumlah pengamat menilai, bila tuntutan rakyat diabaikan, gelombang perlawanan bisa semakin besar dan sulit dikendalikan.
Jalan Panjang Menuju Perubahan
Sejarah Indonesia sudah berulang kali mencatat: dari gerakan reformasi 1998 hingga berbagai protes besar, suara rakyat sering menjadi pendorong perubahan. Namun sering pula berakhir di meja elite, tanpa hasil nyata bagi rakyat kecil.
Kini, bola panas ada di tangan Presiden Prabowo dan DPR. Apakah mereka akan mendengar ultimatum rakyat, atau membiarkannya menjadi sekadar “omon-omon politik”?
Satu hal yang pasti: kemarahan publik semakin menumpuk. Dan di tengah krisis ekonomi, politik, dan kepercayaan, suara rakyat bisa saja menjadi kekuatan yang menentukan arah bangsa ke depan.
(as)
#RakyatMenggugat #DaulatRakyat #TolakOligarki #HentikanSCC #IndonesiaBerdaulat #LawJusticeForAll