Diungkapkan Lyudmia, perlu didukung konsep keamanan baru yang dapat diterapkan sembari meninggalkan mentalitas perang dingin.
Menteri Agama
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas meluncurkan Program Moderasi Beragama Kementerian Agama Republik Indonesia. Yaqut Cholil Qoumas, saat dilantik jadi Menteri Agama, 20 Desember 2020, menjelaskan, tujuan Program Moderasi Beragama, berupa cara hidup untuk rukun, saling menghormati.
Program Moderasi Beragama bertujuan pula untuk menjaga dan bertoleransi tanpa harus menimbulkan konflik karena perbedaan yang ada.
Penguatan Program Moderasi Beragama supaya umat beragama dapat memposisikan diri secara tepat dalam masyarakat multireligius.
“Sehingga terjadi harmonisasi sosial dan keseimbangan kehidupan sosial,” kata Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama Republik Indonesia, sebagaimana dilansir kemenag.go.id.
Keberhasilan Program Moderasi Beragama pada kehidupan masyarakat terlihat dari tingginya empat indikator utama, serta beberapa indikator lain selaras dan saling bertautan:
Pertama, komitmen kebangsaan umat beragama. Penerimaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam konstitusi: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan regulasi di bawahnya
Kedua, toleransi umat beragama. Menghormati beragama terhadap perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan pendapat, menghargai kesetaraan dan sedia bekerjasama
Ketiga, anti kekerasan umat beragama. Menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan, baik secara fisik maupun verbal.
Terutama dalam mengusung perubahan yang diinginkan
Keempat, penerimaan umat beragama terhadap tradisi. Ramah dalam penerimaan tradisi dan budaya lokal dalam perilaku keagamaannya, sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama
Urgensi Program Moderasi Beragama dalam kehidupan beragama dan berbangsa antara lain: memperkuat esensi ajaran agama dalam kehidupan masyarakat.
Mengelola keragaman tafsir keagamaan dengan mencerdaskan kehidupan keberagamaan, merawat Keindonesiaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sejarah BRICS
Pertama kali BRICS dipakai oleh pakar ekonomi Amerika Serikat, Jim ONeal, seorang ekonom perusahaan keuangan global Goldman Sachs, pada tahun 2001. BRIC adalah akronim dari Brasil, Rusia, India, China, dan South Africa.