Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang ini juga mengingatkan bahwa dalam berbagai kasus di kota-kota besar, kabel semrawut telah menyebabkan kecelakaan, bahkan korban jiwa.
Hal ini, kata dia, menimbulkan potensi pertanggungjawaban hukum baik secara pidana maupun perdata. Berdasarkan Pasal 343 UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP dan Pasal 1365 KUHPerdata, perusahaan penyedia layanan dan petugas lapangan dapat dimintai pertanggungjawaban.
"Kelalaian teknis di lapangan, meski tanpa korban, tetap dapat dijerat hukum. Kalau ada korban, perusahaan maupun petugas bisa dituntut pidana dan ganti rugi,"ujarnya.
Lebih lanjut, Dedi menyoroti Pasal 11 ayat (4) huruf e Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan, yang mengamanatkan penempatan jaringan utilitas di bawah tanah untuk menjaga keamanan dan fungsi jalan.
Ia berharap, melalui Perda Penataan Jaringan Utilitas Terpadu, Pemerintah Kota Palembang dapat memperjelas kewajiban seluruh penyelenggara jaringan, termasuk prosedur izin, standar keselamatan, serta mekanisme sanksi bagi pelanggar.
"Ini soal kepastian hukum, keselamatan publik, dan wajah kota ke depan. Tidak bisa lagi dibiarkan," tegasnya.
Dedy berharap Perda Penataan Utilitas Terpadu dapat memperjelas kewajiban operator, prosedur perizinan, standar keselamatan, serta mekanisme sanksi bagi pelanggar.
"Ini soal kepastian hukum, keselamatan publik, dan wajah Palembang ke depan. Tidak boleh lagi diabaikan," tegasnya.
Dedy mengajak masyarakat sipil dan organisasi profesi turut mendorong lahirnya Perda ini demi terciptanya kota yang lebih aman, nyaman, dan tertib.
Artikel Terkait
Andreas Okdi Soroti Persoalan Sampah dan Kabel Udara: Saatnya Tata Kota Palembang Dibangun dengan Serius
Kabel Udara Semrawut atau Sarang Laba-Laba dan Menjuntai Bak Ular di Tengah Kota?
Kabel Udara Semrawut, DPRD Desak Pemkot Tertibkan dan Dorong Perda Terkait Penataan Jaringan Utilitas Terpadu
Ade Indra Chaniago: Palembang Butuh Perda, Bukan Tiang dan Kabel Semrawut