Ketikpos.com -- Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan ada tiga klaster dalam kasus koruspi yang melibatkan Bupati Meranti Muhamad Adil (MA) terjerat operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Kamis (6/4/2023).
Dari 28 pejabat dan pihak swasta yang diaamankan, setidaknya tiga orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni MA (Bupati Meranti), FN (Kepala BPKAD), dan FMA (auditor muda BPK Riau).
Diamankan saat OTT sebesar Rp 1,7 M. Terdiri dari Rp 1,1 M dari tangan FMA berupa uang pemberian Bupati MA agar dimuluskan pemeriksaan Keuangan sehingga bisa dapat opini WTP. Lalu, Rp 600 juta dari para SKPD berupa uang pemotongan anggaran UP dan GUP yang disetor kepada FN.
Juga tercatat adanya fee proyek sejak tahun 2021 hingga 2023 sebesar Rp 24,2 M. Jadi, total, uang yang diamankan sebesar Rp 26,1 M.
"Yang nantinya akan dirinci dan didetailkan dalam penyidikan," tambah Alexander Marwata yang dalam konfrensi pers didampingi oleh Asep Guntur Rahayu Deputi Penindakan dan Eksekusi, dan Ali Fikri Juru bicara KPK.
Dalam konfrensi tengah malam Jumat (7/4/2023) diungkapkan Alex, ketiga klaster itu; Pertama, klaster pemotongan anggaran di Pemkab Meranti. Klaster kedua, penerimaan fee jasa umroh. Dan klaster ketiga, pemberian suap terkait pemeriksaan keuangan oleh BPK Riau.
Alex mengatakan, untuk klaster pertama, dalam memangku jabatannya, Bupati Meranti itu diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk
melakukan setoran uang yang sumber anggarannya berasal dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU) masing-masing SKPD, yang kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang pada Muhammad Adil.
"Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan MA dengan kisaran 5 persen s/d 10 persen untuk setiap SKDP," kata Alex.
Selanjutnya, kata Alex, setoran UP dan GU dalam bentuk uang tunai disetorkan pada tersangka Fitria Nengsih (FN) yang menjabat Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti
sekaligus adalah orang kepercayaan Muhammad Adil.
"Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan MA di antaranya sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan MA untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau ditahun 2024," ungkapnya.
Klaster kedua, penerimaan fee jasa umroh. Alex mengatakan, sekitar bulan Desember 2022, Muhammad Adil menerima uang sejumlah sekitar Rp1,4 Miliar dari PT TM melalui tersangka Fitria Nengsih, yang bergerak dalam bidang jasa travel perjalanan umroh.
"Uang Rp1,4 Miliar didapat karena memenangkan PT TM untuk proyek pemberangkatan umroh bagi para Takmir Masjid di Kabupaten Kepulauan Meranti," katanya. Dalam kasus ini, FN juga sebagai Kepala cabang PT TM.
Dalam program itu PT TM ada program Umroh, Berangkat 5 gratis 1. Namun dalam praktiknya, ternyata yang gratis itu juga ditagihkan.