KetikPos.com – Memperingati Hari Buruh yang jatuh pada 1 Mei, DPD Asosiasi Driver Online Sumatera Selatan (ADO Sumsel) melontarkan kecaman keras terhadap kebijakan tarif yang diterapkan oleh perusahaan aplikator transportasi online.
Mereka menilai tarif yang ditetapkan saat ini telah memperlakukan mitra pengemudi seperti “budak algoritma” dan menunjukkan ketidakadilan dalam ekosistem digital yang mengandalkan kerja keras buruh.
Baca Juga: Ketua ADO Sumsel: Perang Tarif Dimulai, Ojol Dikorbankan Lagi
Ketua DPD ADO Sumsel, Muhammad Asrul Indrawan, menilai kebijakan tarif yang berlaku saat ini sangat merugikan pengemudi dan dianggap tidak manusiawi.
Menurut Asrul, tarif sebesar Rp1.800 per kilometer adalah penghinaan terhadap kerja keras para driver. Setelah dipotong komisi aplikator sebesar 20 persen dan biaya operasional, pengemudi hanya membawa pulang uang yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Sebagai buruh yang bekerja keras, kami merasa dihina dengan tarif ini. Pendapatan kami di Palembang hanya sekitar Rp70–100 ribu per hari, jumlah yang sangat tidak layak untuk hidup, apalagi untuk menabung atau menyekolahkan anak. Sistem tarif ini brutal dan jelas tidak berpihak pada pengemudi,” tegas Asrul dalam keterangannya kepada wartawan pada Kamis (01/05/2025).
Baca Juga: DPD ADO Sumsel Siap Kerahkan Puluhan Ribu Ojol Kepung DPRD Sumsel pada 20 Mei 2025
Lebih lanjut, Asrul menyoroti ketidaktransparanan dan diskriminasi dalam sistem algoritma aplikator. Dia mengungkapkan bahwa order sering kali lebih banyak diarahkan kepada driver baru atau yang mengikuti program insentif, sementara driver lama yang telah setia bertahun-tahun justru terabaikan.
“Order lebih sering diberikan kepada pengemudi baru atau yang mengikuti program insentif. Kami yang telah lama bergabung malah dicampakkan oleh sistem yang tidak adil ini,” tambah Asrul.
Baca Juga: Begini Isi Surat ADO Sumsel Kepada Gubernur Terkait Program Grab Hemat Prabayar
Hari Buruh menjadi momentum bagi ADO Sumsel untuk mendesak Kementerian Perhubungan dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) agar segera turun tangan dalam menangani masalah ini.
Mereka meminta adanya regulasi yang jelas terkait tarif batas bawah dan atas serta pengawasan yang ketat terhadap penggunaan algoritma dalam mendistribusikan order.
“Pada Hari Buruh ini, kami ingin menegaskan bahwa kami bukan hanya pekerja digital, kami adalah buruh yang harus mendapatkan perlindungan dan keadilan.
Negara tidak boleh tinggal diam di tengah eksploitasi yang masif ini. Kami tidak membutuhkan simpati, kami butuh keadilan dan perlindungan hukum,” ujar Asrul dengan nada tegas.