KetikPos.com, Banyuasin— Pagi itu, Kamis (25/9/2025), suasana Desa Sebokor yang biasanya tenang mendadak ramai. Warga berbondong-bondong menyaksikan kedatangan rombongan Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuasin bersama Inspektorat Daerah. Sejak pukul 10.00 WIB, enam penyidik Kejari dipimpin Kasipidsus Giovani turun langsung, ditemani dua auditor Inspektorat. Mereka menyusuri titik-titik proyek yang selama empat tahun terakhir menimbulkan tanda tanya besar bagi warga.
“Ini bukan sekadar pemeriksaan biasa. Warga sudah lama menunggu kejelasan,” kata seorang tokoh masyarakat yang ikut mengawasi dari kejauhan.
Awal Kecurigaan: Laporan dan Realita yang Tak Sejalan
Dugaan penyimpangan bermula dari laporan sejumlah warga. Mereka menilai ada kejanggalan serius antara dokumen APBDes dan kondisi fisik proyek di lapangan. Ada proyek yang dilaporkan selesai, tetapi sulit ditemukan jejaknya. Ada juga yang anggarannya besar, namun hasilnya jauh dari standar.
“Bukan hanya jalan cepat rusak. Bahkan ada proyek yang kami tidak pernah lihat wujudnya, tapi ada di laporan desa,” ujar salah seorang warga RT 05.
Membongkar Enam Proyek Bermasalah
Tim gabungan Kejari dan Inspektorat memfokuskan pemeriksaan pada enam proyek strategis yang menjadi sorotan:
Jalan Lingkungan RT 03 & RT 05
Baru rampung akhir 2022, jalan sudah berlubang dan mengelupas. Warga menduga material yang dipakai tidak sesuai standar. “Kalau pakai material bagus, mustahil cepat rusak,” keluh warga.
Rehabilitasi Saluran Irigasi (2021)
Saluran yang seharusnya mengairi sawah tak berfungsi optimal. Lebih ironis, catatan anggaran menunjukkan selisih besar antara dana yang dianggarkan dan kondisi riil di lapangan.
Timbunan Tanah Merah (2022–2024)
Pekerjaan badan jalan di Jalan Kriyo Alamsyah disebut tidak sepadan dengan dana yang dikeluarkan. Bahkan, rehabilitasi jembatan pada 2023 dipertanyakan kualitasnya.
Proyek Irigasi Rp50 Juta
Dokumen menyebut nilainya Rp50 juta, tetapi realisasi pembayaran disebut hanya Rp15 juta. Warga menilai ada potongan misterius yang harus diusut.
Kebun Sawit 4 Hektar (2024)
Dana desa digunakan untuk membeli bibit, membayar upah tanam, dan menyewa alat berat. Namun, warga curiga proyek ini lebih menguntungkan pihak tertentu daripada kepentingan bersama.
Penimbunan Tanah Merah Jarak 1 Km
Laporan proyek menyatakan selesai, tetapi kondisi lapangan tidak menunjukkan hasil sesuai kontrak.
Janji Tegas Penegak Hukum
Kasipidsus Giovani yang memimpin penyidikan memilih berhati-hati. Namun, ia menegaskan kasus ini akan diprioritaskan.
“Ini baru tahap awal. Kita belum bisa menyimpulkan, tetapi laporan masyarakat akan kami seriusi dan kami tuntaskan sesuai prosedur hukum,” ucapnya singkat.
Di balik kalimatnya yang datar, masyarakat berharap langkah Giovani bukan sekadar retorika.
Kepala Desa Mengelak
Ketika dimintai keterangan, Kepala Desa Sebokor, Amir S.Sos, justru terkesan menghindar.
“Laporan SPJ 2021 tidak ada,” katanya singkat.
Saat ditanya lebih jauh mengenai rincian nilai proyek, Amir mengaku tidak tahu. Bahkan, beberapa kali ia melempar jawaban ke perangkat desa. Sikap ini semakin mempertebal kecurigaan warga bahwa ada sesuatu yang sengaja ditutup-tutupi.
Harapan Warga: Jangan Hanya Administratif
Tokoh masyarakat Sebokor menegaskan, langkah cepat Kejari dan Inspektorat sudah tepat, namun jangan berhenti di meja audit.
“Masyarakat ingin keadilan. Kalau terbukti ada penyelewengan, harus ada sanksi pidana. Jangan sampai pemeriksaan ini hanya formalitas,” tegasnya.
Pola Lama, Masalah Baru
Kasus Desa Sebokor menambah daftar panjang problematika pengelolaan dana desa di Indonesia. Dengan kucuran dana miliaran rupiah setiap tahun, desa memang rawan menjadi ladang penyalahgunaan. Minimnya pengawasan, lemahnya transparansi, serta dominasi kepala desa yang terlalu kuat sering membuka celah korupsi.
Di Sebokor, enam proyek yang diperiksa hanyalah contoh. Warga masih menunggu jawaban atas pertanyaan lama: ke mana sebenarnya dana desa mengalir?