KetikPos.com, Palembang — Aroma konflik kembali menyeruak dari jantung Kota Palembang. Sebidang tanah strategis di Jalan Jenderal Sudirman, bekas berdirinya Bioskop Cineplex legendaris, kini menjadi medan sengketa antara ahli waris keluarga Raden Nangling dan PT Musi Lestari Indo Makmur milik Gunawati Kokoh Thamrin.
Upaya damai yang diharapkan meredam panasnya konflik ternyata kandas. Mediasi di Pengadilan Negeri (PN) Palembang pada Kamis (30/10/2025) resmi dinyatakan gagal setelah pihak tergugat menolak draft perdamaian yang diajukan pihak penggugat. Hakim mediator Samkot Lumban Tobing telah memanggil semua pihak, termasuk BPN Palembang dan notaris Henywati Ridwan, namun sebagian pihak mangkir meski sudah dipanggil secara patut.
Dengan gagalnya mediasi, perkara bernomor 242/Pdt.G/2025/PN Plg itu kini berlanjut ke tahap sidang pembuktian. Majelis hakim yang diketuai Samuel Ginting, SH, MH menegaskan sidang berikutnya akan mendengarkan jawaban tertulis dari pihak tergugat melalui sistem e-court. “Apabila masih ada peluang damai, tetap laporkan kepada majelis,” ucap Samuel di ruang sidang, Kamis (6/11/2025).
⚖️ Dugaan Cacat Hukum di Balik Sertifikat Tanah
Kuasa hukum ahli waris Raden Nangling, Hambali Mangku Winata, SH, MH, menjelaskan bahwa gugatan ini diajukan karena adanya dugaan cacat hukum dalam proses peralihan hak atas tanah seluas 10.850 meter persegi tersebut.
Menurutnya, kepemilikan yang kini diklaim sah oleh PT Musi Lestari Indo Makmur justru bersumber dari transaksi yang patut diduga bermasalah secara hukum. “Logikanya sederhana: jika seseorang membeli kendaraan hasil kejahatan, meski ia tidak tahu, kepemilikannya tetap cacat hukum. Begitu pula dengan tanah ini,” ujar Hambali.
Dalam gugatannya, pihak ahli waris meminta pengadilan membatalkan dua akta jual beli, yakni Akta No. 829/2010 dan No. 831/2010 yang dibuat oleh notaris Henywati Ridwan pada 11 Agustus 2010. Transaksi tersebut disebut melibatkan pihak tergugat dengan PT Pakuwon Sakti.
“Objek tanah itu masih dalam sengketa ketika akta dibuat, sehingga seharusnya batal demi hukum,” tegas Hambali.
Selain itu, penggugat juga meminta majelis hakim menyatakan dua sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) — Nomor 351 Tahun 2000 (6.415 m²) dan Nomor 339 Tahun 1999 (4.435 m²) di Kelurahan 24 Ilir — yang kini tercatat atas nama PT Permata Sentra Propertindo, tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
???? Nilai Rp10 Miliar Bukan Soal Uang
Bagi ahli waris Raden Nangling, perkara ini bukan sekadar soal nilai ganti rugi. Hambali menegaskan, tuntutan Rp10 miliar yang mereka ajukan bukan hanya untuk memulihkan kerugian materil, tetapi juga bentuk simbolik dari perjuangan keluarga mempertahankan hak tanah warisan mereka.
“Kami tidak ingin perkara ini berlarut-larut. Kami hanya menuntut pengakuan atas hak keluarga kami. Nilai Rp10 miliar itu simbol pemulihan keadilan,” ujarnya.
Hingga kini, tanah sengketa tersebut masih dikuasai secara fisik oleh pihak tergugat. Hambali meminta majelis hakim agar semua aktivitas di atas lahan dihentikan sementara selama proses hukum berjalan. “Kami khawatir akan ada kerugian lebih besar jika kegiatan terus dilakukan,” tambahnya.
????️ Pertarungan Panjang Hak Waris dan Korporasi
Kasus ini menjadi salah satu sengketa lahan paling menonjol di Palembang dalam beberapa tahun terakhir. Lokasinya yang berada di poros utama kota, di atas tanah eks pusat hiburan ternama pada era 1980–1990-an, membuat nilai ekonominya melonjak tajam.
Di sisi lain, pihak tergugat melalui kuasa hukumnya tetap bersikukuh bahwa kepemilikan SHGB yang mereka pegang masih sah secara hukum. Mereka juga menilai pihak penggugat tidak memiliki legal standing sebagai ahli waris yang sah.
Sementara itu, publik menunggu bagaimana majelis hakim PN Palembang akan menilai fakta-fakta hukum dan bukti dokumen kepemilikan yang disampaikan kedua belah pihak.
Sidang selanjutnya dijadwalkan digelar secara langsung, menghadirkan saksi dan bukti fisik dari kedua kubu.
✍️ Harapan di Tengah Sengketa
Meski tensi perkara meningkat, pihak ahli waris masih membuka peluang damai. “Kami tetap membuka pintu perdamaian, selama ada itikad baik dari tergugat. Kami percaya hukum masih bisa menjadi jalan keadilan,” kata Hambali menutup pernyataannya.
Kini, publik Palembang menanti babak berikutnya dari sengketa lahan eks Bioskop Cineplex — lahan yang dulunya menjadi tempat hiburan warga, kini berubah menjadi arena pertarungan panjang antara hak waris dan korporasi.