Pengaturan harta kekayaan yayasan merupakan aset publik termaktub dalam ketentuan Pasal 5 UU No.16 Tahun 2001 yang mengatur larangan pengalihan atau pembagian aset yayasan kepada pengurus yayasan, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan baik langsung maupun tidak langsung.
Pengaturan yayasan sebagai badan hukum perdata di Indonesia telah melalui 3 periode, yaitu pra legislasi, periode UU No.16 Tahun 2001, dan periode UU No.28 Tahun 2004. Periodeisasi tersebut membawa implikasi yayasan bubar demi hukum oleh karena tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya.
Periode berlakunya UU No.16 Tahun 2001 dapat dikategori sebagai periode penertiban yang bersifat transisional oleh karena memuat perintah agar yayasan menyesuaikan Anggaran Dasarnya selama 5 tahun.
Namun dalam praktiknya, banyak yayasan yang tidak melakukannya. Periode penertiban transisional berubah menjadi periode determinasi dan penindakan, seiring perubahan UU No.16 Tahun 2001 dengan UU No.28 Tahun 2004. Pasal 71 UU No.28 Tahun 2004 memuat norma determinasi yang mengatur apabila yayasan tidak melakukan penyesuaian Anggaran Dasarnya paling lambat 6 Oktober 2008 maka yayasan tersebut bubar demi hukum.
Adanya aturan kebubaran yayasan demi hukum tersebut membuka peluang pengurus atau pihak yang berkepentingan terhadap yayasan untuk melakukan transaksi atau pengambilalihan aset yayasan untuk keuntungan sendiri atau pihak lain secara ilegal dalam artian pengambilalihan aset yayasan bubar secara bertentangan dengan tujuan yayasan dan prosedur pembubaran yayasan, atau bertentangan dengan ketentuan Pasal 68 Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 yang mengatur harta kekayaan yayasan bubar harus: a. diserahkan kepada yayasan lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan yayasan yang bubar; b. diserahkan kepada badan hukum lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan yayasan yang bubar atau; c. diserahkan kepada negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan kegiatan yayasan yang bubar.
Penertiban dan Pengawasan
Oleh karena makin terbuka peluang kejahatan yayasan, baik melalui aktifitas yayasan atau terhadap yayasan itu sendiri, maka perlu upaya penertiban pengawasan, dan penindakan terhadap yayasan oleh pemerintah secara sistemik dan terstruktur. Peran pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM saat ini, yang hanya sebatas menyetujui nama dan meregstrasi yayasan, sangat tidak memadai, dan tidak kompatibel dengan maksud dan tunjuan pengaturan dalam UU Yayasan.
Selain melalui Kementerian Hukum dan HAM, sebetulnya pemerintah dapat merevitalisasi peran kejaksaan dalam melakukan penertibdan dan pengawasan terhadap yayasan. Apalagi peran kejaksaan untuk mengawasi yayasan memang telah termaktub dalam ketentuan UU Yayasan.
Suatu yang pasti, pemerintah khususnya rezim Presiden Prabowo Subiato yang akan memulai masa baktinya, perlu segera melakukan penataan, penertiban, pegawasan dan penindakan terhadap yayasan secara lebih ajeg dan efektif agar yayasan sebagai pranata hukum dapat mengemban fungsinya secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan umum.