Efek domino yang ditimbulkan tidak hanya memperlambat arus perdagangan, tetapi juga memperburuk ketimpangan sosial dan meningkatkan kerentanan kelompok rentan.
SDGs dalam Ancaman Global; Laporan tahunan SDGs (Sachs et al., 2022) menyoroti bahwa ketegangan geopolitik dan krisis ekonomi global memperlambat pencapaian target SDGs, terutama yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan (SDG 1), pekerjaan layak (SDG 8), dan pengurangan ketimpangan (SDG 10).
Ancaman perang dagang dan ketahanan sosial; Kebijakan proteksionis yang diadopsi selama pemerintahan Trump memunculkan efek ketidakpastian global.
Negara-negara yang bergantung pada ekspor mengalami disrupsi ekonomi yang berdampak langsung pada kesejahteraan sosial.
Ketidakpastian ini juga memicu penurunan investasi sosial, berkurangnya layanan publik, dan melemahnya kohesi sosial di banyak wilayah. Perang dagang merupakan manifestasi dari dinamika kekuasaan dalam sistem ekonomi global.
Menurut Robert Gilpin (2001), kebijakan ekonomi suatu negara tidak pernah sepenuhnya bebas dari kepentingan geopolitik.
Dalam kasus perang dagang AS–Tiongkok, Trump menggunakan kebijakan tarif sebagai alat tekanan terhadap dominasi ekonomi Tiongkok yang berkembang pesat.
Bown dan Irwin (2019) menunjukkan bahwa kebijakan tarif tersebut mengubah arus dagang global dan meningkatkan ketidakpastian pasar, tidak hanya di negara yang terlibat langsung tetapi juga di negara-negara mitra yang terdampak secara tidak langsung.
Ekonomi Sosial Etis
Muncul urgensi untuk mengeksplorasi model ekonomi alternatif yang lebih tangguh dan inklusif. Salah satu pendekatan yang relevan adalah ekonomi berbasis sosial atau etis, yang menempatkan nilai-nilai keadilan, keberlanjutan, dan kesejahteraan komunitas sebagai inti dari aktivitas ekonomi.
Berbeda dengan ekonomi konvensional yang terpusat pada profit dan ekspor, model ini mengedepankan penguatan ekonomi lokal, perdagangan adil, transparansi, serta keberlanjutan lingkungan.
Ekonomi etis terbukti lebih resilien dalam menghadapi guncangan eksternal karena berakar pada solidaritas komunitas dan rantai pasok lokal yang lebih pendek.
Selain itu, adanya tren global terhadap nilai-nilai ESG (Environmental, Social, and Governance) memberikan peluang pasar baru bagi produk-produk berbasis etika, terutama di kawasan Eropa dan Asia Timur.
Dalam konteks Indonesia, ekonomi sosial dapat diimplementasikan melalui penguatan koperasi, bisnis sosial, dan UMKM berbasis komunitas yang tidak hanya menciptakan nilai ekonomi, tetapi juga memperkuat ketahanan sosial di tingkat local seperti Halal food, Halal Fishon.
Oleh karena itu, ekonomi etis berpotensi menjadi salah satu strategi nasional dalam menghadapi gejolak ekonomi global, sekaligus mendorong transformasi menuju pembangunan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Konsep ekonomi berbasis nilai sosial yang menekankan keadilan, solidaritas, dan partisipasi masyarakat dianggap mampu memberikan solusi terhadap persoalan struktural. Model ini mendorong penguatan komunitas lokal, distribusi sumber daya yang adil, serta praktik ekonomi yang etis dan berkelanjutan (Laville, 2010; Utting, 2015).