Antara Cakupan Luas dan Mutu yang Tertatih
Miftahul Firdaus
Ketua Rekan Indonesia Sumatera Selatan.
KetikPos.com - Tahun 2025 seharusnya menjadi fase konsolidasi sistem jaminan kesehatan nasional. Namun di Sumatera Selatan, konsolidasi itu masih lebih tampak di atas kertas ketimbang di ruang-ruang layanan kesehatan.
Cakupan kepesertaan memang terus digenjot, tetapi mutu pelayanan, terutama di titik krusial seperti IGD, rawat inap, dan layanan penunjang medis, masih menyisakan persoalan serius.
Secara administratif, Sumatera Selatan termasuk provinsi dengan capaian kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang relatif tinggi. Pemerintah daerah aktif mendorong Universal Health Coverage (UHC) melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) daerah.
Baca Juga: Peringati HKN ke-61, Rekan Indonesia Protes Komersialisasi Layanan Kesehatan
Namun, perlu diakui, perluasan kepesertaan tidak otomatis berbanding lurus dengan peningkatan kualitas layanan. Di banyak rumah sakit, terutama RSUD di luar Kota Palembang, antrean panjang, keterbatasan tenaga medis, dan minimnya alat kesehatan masih menjadi cerita harian pasien.
Masalah paling menonjol terlihat di layanan gawat darurat. Tidak sedikit pasien JKN yang datang ke IGD harus melalui proses seleksi administratif yang berbelit, bahkan ketika kondisi klinisnya jelas membutuhkan penanganan segera.
Baca Juga: Terpilih 15 Pasang Finalis Bujang Gadis Kesehatan Angkatan ke-6!
Dalih “tidak gawat darurat” masih kerap digunakan sebagai tameng untuk menolak atau menunda pelayanan. Praktik ini tidak hanya mencederai etika medis, tetapi juga bertentangan dengan prinsip dasar sistem jaminan sosial yang seharusnya mengutamakan keselamatan pasien, bukan efisiensi semu.
Di layanan penunjang medis, seperti radiologi dan laboratorium, persoalan lain muncul. Waktu tunggu yang panjang, keterbatasan jadwal pemeriksaan, hingga rujukan berjenjang yang berulang membuat proses diagnosis menjadi lambat.
Dalam banyak kasus, pasien harus bolak-balik antar fasilitas kesehatan hanya untuk mendapatkan pemeriksaan lanjutan. Bagi warga di daerah terpencil Sumatera Selatan, kondisi ini berarti tambahan biaya transportasi, kehilangan waktu kerja, dan risiko memburuknya kondisi kesehatan.
Artikel Terkait
Waspadai Beras Oplosan, Pakar IPB Ungkap Ciri-Ciri dan Bahayanya bagi Kesehatan
Buka Usaha Kesehatan Modern? Riska: Cukup Kemauan dan Komitmen, Sistem Sudah Siap!
Menimbang Kebijakan Hapus Utang Iuran BPJS Kesehatan: Solusi Inklusif atau Beban Baru?
Pemerintah Kaji Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan, Nilai Utang Peserta Tembus Rp10 Triliun
Nasi Ayam Suwir yang Jadi Pelajaran: 17 Siswa SMPN 9 Palopo Dirawat, Sekolah Evaluasi Kantin dan Edukasi Kesehatan
Terpilih 15 Pasang Finalis Bujang Gadis Kesehatan Angkatan ke-6!
Peringati HKN ke-61, Rekan Indonesia Protes Komersialisasi Layanan Kesehatan