Potret Jaminan dan Pelayanan Kesehatan Sumatera Selatan 2025

photo author
- Minggu, 21 Desember 2025 | 15:31 WIB
Sejumlah massa dari Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia Sumatera Selatan menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sumsel, Selasa (12/11/2025), bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-61. (Dok Ist/KetikPos.com)
Sejumlah massa dari Relawan Kesehatan (Rekan) Indonesia Sumatera Selatan menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Sumsel, Selasa (12/11/2025), bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-61. (Dok Ist/KetikPos.com)

Antara Cakupan Luas dan Mutu yang Tertatih

Miftahul Firdaus

Ketua Rekan Indonesia Sumatera Selatan.

KetikPos.com - Tahun 2025 seharusnya menjadi fase konsolidasi sistem jaminan kesehatan nasional. Namun di Sumatera Selatan, konsolidasi itu masih lebih tampak di atas kertas ketimbang di ruang-ruang layanan kesehatan.

Cakupan kepesertaan memang terus digenjot, tetapi mutu pelayanan, terutama di titik krusial seperti IGD, rawat inap, dan layanan penunjang medis, masih menyisakan persoalan serius.

Secara administratif, Sumatera Selatan termasuk provinsi dengan capaian kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang relatif tinggi. Pemerintah daerah aktif mendorong Universal Health Coverage (UHC) melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI) daerah.

Baca Juga: Peringati HKN ke-61, Rekan Indonesia Protes Komersialisasi Layanan Kesehatan

Namun, perlu diakui, perluasan kepesertaan tidak otomatis berbanding lurus dengan peningkatan kualitas layanan. Di banyak rumah sakit, terutama RSUD di luar Kota Palembang, antrean panjang, keterbatasan tenaga medis, dan minimnya alat kesehatan masih menjadi cerita harian pasien.

Masalah paling menonjol terlihat di layanan gawat darurat. Tidak sedikit pasien JKN yang datang ke IGD harus melalui proses seleksi administratif yang berbelit, bahkan ketika kondisi klinisnya jelas membutuhkan penanganan segera.

Baca Juga: Terpilih 15 Pasang Finalis Bujang Gadis Kesehatan Angkatan ke-6!

Dalih “tidak gawat darurat” masih kerap digunakan sebagai tameng untuk menolak atau menunda pelayanan. Praktik ini tidak hanya mencederai etika medis, tetapi juga bertentangan dengan prinsip dasar sistem jaminan sosial yang seharusnya mengutamakan keselamatan pasien, bukan efisiensi semu.

Di layanan penunjang medis, seperti radiologi dan laboratorium, persoalan lain muncul. Waktu tunggu yang panjang, keterbatasan jadwal pemeriksaan, hingga rujukan berjenjang yang berulang membuat proses diagnosis menjadi lambat.

Baca Juga: Nasi Ayam Suwir yang Jadi Pelajaran: 17 Siswa SMPN 9 Palopo Dirawat, Sekolah Evaluasi Kantin dan Edukasi Kesehatan

Dalam banyak kasus, pasien harus bolak-balik antar fasilitas kesehatan hanya untuk mendapatkan pemeriksaan lanjutan. Bagi warga di daerah terpencil Sumatera Selatan, kondisi ini berarti tambahan biaya transportasi, kehilangan waktu kerja, dan risiko memburuknya kondisi kesehatan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Admin

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Media: Arsitek Realitas di Era Digital

Rabu, 26 November 2025 | 08:12 WIB

Menjaga Wibawa Pendidikan dari Kriminalisasi Pendidik

Jumat, 24 Oktober 2025 | 14:09 WIB

Pelangi Beringin Lubai II: SIMBOLIS HUBUNGAN KEKERABATAN

Selasa, 23 September 2025 | 07:02 WIB

Pelangi Beringin Lubai dalam Kenangan I: Budaya Ngule

Senin, 22 September 2025 | 19:12 WIB

Rusuh: Rakyat Selalu Dipersalahkan, Kenapa?

Jumat, 5 September 2025 | 17:48 WIB

BEDAH ALA KRITIKUS SASTRA

Jumat, 29 Agustus 2025 | 22:28 WIB

BENDERA PUTIH TLAH DIKIBARKAN

Senin, 25 Agustus 2025 | 16:11 WIB
X