Pendiriannya pada tahun 1780 oleh Sultan Muhammad Bahauddin, dengan gagasan yang mungkin berasal dari pendahulunya, Sultan Mahmud Badaruddin I.
Proses pembangunan BKB didukung sepenuhnya oleh partisipasi masyarakat setempat, yang berkontribusi baik dalam penyediaan bahan bangunan maupun tenaga kerja.
Arsitek pembangunan BKB tidak diketahui secara pasti, tetapi ada dugaan bahwa orang Eropa terlibat dalam perencanaannya.
Seorang pengawas Cina dipercayakan untuk mengawasi pekerjaan konstruksi tersebut.
Bahan semen yang digunakan untuk perekat bata adalah batu kapur yang diperoleh dari daerah Sungai Ogan, sementara transportasi material dilakukan melalui Sungai Kapuran.
Baca Juga: Mampir di Benteng Kuto Besak Palembang, Ternyata Banyak Destinasi Wisata Lainnya Dapat Dilihat
Pembangunan BKB selesai pada tahun 1797 dan secara resmi ditempati oleh Sultan Muhammad Bahauddin.
Keberadaan BKB dianggap strategis karena terletak di atas lahan yang dikelilingi oleh sungai, memberikan keamanan alami.
Selain itu, BKB juga memiliki peran penting dalam Perang Palembang 1819, di mana kekuatannya terbukti dengan berhasil menahan serangan meriam Belanda.
Dalam hal ukuran, menurut catatan sejarah oleh I. J. Sevenhoven, panjang BKB adalah 288,75 meter dan lebarnya 183,75 meter, dengan tembok berukuran tinggi 30 kaki dan lebar 6 atau 7 kaki.
Baca Juga: Lawang Borotan (Gerbang Sisi Barat) Benteng Kuto Besak: Monumen Kejayaan dan Perjuangan Palembang
Struktur internal BKB mencakup pintu-pintu gerbang yang kuat dan tembok tambahan di dalamnya.
Menurut pengukuran terbaru, panjangnya 290 meter dan lebarnya 180 meter.
BKB tidak hanya menjadi simbol kekuatan fisik, tetapi juga mewakili kebanggaan dan kekuatan spiritual dari Kesultanan Palembang Darussalam.