Jam Matahari di Masjid Agung Surakarta: Warisan Bersejarah yang Terus Bersinar

photo author
DNU
- Selasa, 9 April 2024 | 07:02 WIB
Jam Matahari di Masjid Agung Surakarta (tangkapan layar @id.solocity.travel/)
Jam Matahari di Masjid Agung Surakarta (tangkapan layar @id.solocity.travel/)

Simbol Kehidupan Spiritual 

Masjid Agung Keraton Surakarta adalah salah satu situs bersejarah yang memancarkan kekayaan budaya dan spiritualitas yang khas.

Di antara keindahan arsitektur dan keteguhan bangunan masjid ini, terdapat sebuah peninggalan bersejarah yang menjadi saksi bisu dari masa lalu yang gemilang: Jam Matahari, atau dikenal juga sebagai Jam Istiwa'.

Jam Matahari ini bukan sekadar alat penunjuk waktu, tetapi lebih dari itu, ia merupakan simbol kehidupan spiritual dan perjuangan sepanjang masa.

Baca Juga: Membuat Rencana Perjalanan yang Tepat untuk Wisata Solo

Peninggalan dari masa pemerintahan Pakubuwono Ke VIII, jam ini dahulu digunakan untuk menentukan waktu ibadah salat, termasuk dalam bulan suci Ramadan.

Namun, seiring dengan kemajuan teknologi, penggunaan jam ini telah tergusur oleh jadwal resmi yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama, yang didasarkan pada perhitungan waktu yang lebih tepat berdasarkan posisi matahari.

Meskipun demikian, kehadiran Jam Matahari tetap menghadirkan warna tersendiri dalam kehidupan masjid.

Abdul Basid, Sekretaris Masjid Agung Keraton Surakarta, menjelaskan bahwa jam ini masih memiliki nilai praktis, terutama saat matahari bersinar.

Baca Juga: Begini Kalau Ogoh-Ogoh dan Nyepi Digelar di Solo, Gak Kebayang Bisa Semeriah Ini

Dengan menggunakan bayangan jam tersebut, jamaah dapat memperkirakan waktu salat dengan lebih akurat. Namun, ketika cuaca mendung, keefektifan jam ini terbatas karena bayangannya tidak terlihat jelas.

Ada dua metode penggunaan Jam Matahari ini: metode pertama menggunakan jarum untuk menunjukkan angka dan menit.

Sementara metode kedua menggunakan bayangan tongkat untuk menentukan waktu berdasarkan arah bayangannya saat terkena sinar matahari.

Sejarah pembangunan jam ini pada masa Pakubuwono Ke VIII sekitar tahun 1855 menjadi bukti akan kecintaan akan keakuratan waktu dalam kehidupan spiritual masyarakat pada masa itu.

Baca Juga: Jepang Miliki Masjid Istiqlal, Wapres Resmikan Secara Langsung

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Tags

Rekomendasi

Terkini

X