Ketika Gadis Palembang Menenun Cerita di Panggung Yogyakarta

photo author
DNU
- Jumat, 8 Agustus 2025 | 09:12 WIB
Empat penari dan Ketua DKP (Dok)
Empat penari dan Ketua DKP (Dok)






KetikPos.com--Lampu sorot jatuh lembut di atas panggung. Kain songket berkilau keemasan memantulkan cahaya, memikat mata penonton di Taman Budaya Embongan, Yogyakarta.

Musik tradisi mulai mengalun, diiringi suara langkah kaki yang mantap. Delapan perempuan muda muncul dari sisi panggung, membawa senyum, rapi dalam balutan kostum khas Palembang. Malam itu, Kamis (7/8/2025), mereka tidak hanya menari. Mereka sedang menenun cerita.

Kedelapan penari itu, empat utusan DKP dan empat lainnya duta budaya CBCA.

Mereka yang utusan DKP adalah Solehatul Munika, Destiawati, Mutiara Fryscha Chrisshytha Larumunde, dan Nazwa Deri Apriliani.
Penari binaan Komite Tari Dewan Kesenian Palembang (DKP) yang seluruhnya bernaung di Sanggar Blok E Art asuhan Salwa Pratiwi.

Berasal dari latar hidup yang berbeda, mereka bertemu di titik yang sama: panggilan untuk menjaga budaya Palembang.

Baca Juga: Kilau Kain Songket di Panggung Yogyakarta: Gadis-Gadis Palembang Menari, Warisan Budaya Bernyanyi

Empat Latar, Satu Irama

Solehatul Munika — guru seni di SMA Adabiyah, lulusan Universitas PGRI Palembang. Di kelas, ia mengajar murid-muridnya menari.

Di panggung ini, ia mengajar Indonesia untuk kembali melihat songket.

 

Destiawati — mahasiswa semester 7 jurusan seni Universitas PGRI Palembang.

Bagi Destia, panggung nasional ini adalah ruang pembuktian bahwa tradisi bisa setara dengan tarian modern mana pun.

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Tags

Rekomendasi

Terkini

X