"Sangat disayangkan, bidar tradisional yang jadi magnet, disandingkan dengan seni-seni modern, bahkan artis papan atas, yang idealnya bisa dibagipanggungkan, seni-seni tradisi. Semoga ke depan, seni tradisi bisa ditampilkan lebih banyak," ujar Ketua Dewan Kesenian Palembang, M Nasir.
“Ratu Dewa berhasil membawa tradisi lokal ke nasional dan ke depan lebih tinggi ke panggung dunia. Ini bukan hanya ajang olahraga, tapi simbol kebanggaan budaya Sumatera Selatan,” tegas Herman Deru, saat sambutan ketika pelaksaan lomba bidar tradisional (17/8/2025).
Ratu Dewa menambahkan:
“Benteng Kuto Besak adalah simbol kedaulatan Kesultanan Palembang abad ke-18. Festival ini perekat silaturahmi, penggerak ekonomi, sekaligus sarana memperkenalkan Palembang sebagai kota tradisi, budaya, dan sejarah.”
Festival ini masuk Karisma Event Nusantara (KEN) 2025, dengan target 50–60 ribu pengunjung.
Pacu vs Bidar: Dua Warisan, Satu Napas
Meski berbeda rupa, Pacu Jalur dan Bidar sama-sama berakar pada budaya sungai. Pacu Jalur tumbuh dari syukuran panen di Kuantan, sementara Bidar mewarisi jejak Kesultanan Palembang. Jalur dihias ukiran indah, Bidar gagah membelah Musi.
Berikut perbandingan pacu jalur dan bidar tradisional
Aspek: Pacu Jalur (Riau)
Lokasi: Sungai Kuantan, Kuansing
Sejarah: Sejak abad ke-17, ritual panen
Perahu: Jalur panjang penuh ukiran
Pendayung: Puluhan orang per perahu
Pejabat: 2025 Menparekraf Widiyanti, Menbud Fadli Zon, Gub. Riau Abdul Wahid, Bupati Kuantan Singingi Suhardiman Amby
Aspek: Bidar (Palembang)
Lokasi: Sungai Musi, Palembang
Sejarah: Abad ke-18, era Kesultanan Palembang
Perahu: Bidar 29 m, kayu unglin/papan + lomba perahu hias
Pendayung: 55 pendayung + 2 penyemangat
Pejabat: Wali Kota Ratu Dewa, Gubernur Herman Deru, Kemenparekraf diwakili Adyatama Ahli Utama di Kemenparekraf Dadang Rizki
Keduanya kini sama-sama mengayuh arah yang sama: menjadi kebanggaan daerah, penggerak ekonomi, dan perekat Nusantara.
Dan di ujung kayuhan, seruan khas Pacu Jalur: “Kayuah, kayuah, kayuah!” seakan menyambung dengan sorak bidar di tepian Musi—dua suara, satu jiwa Indonesia. Bedanya, pacu jalur sudah di kenal dan bikin heboh mancanegara. Sementara bidar tardisional, baru akan menuju podium internasional.