pariwisata-kebudayaan

Pangeran Bupati Panembahan Hamim dan Pangeran Kramojayo

DNU
Rabu, 10 Mei 2023 | 18:01 WIB
Rumah Pangeran Kramojayo (dari laman @malaya.or.id)

Tepat pada pukul 6 pagi, kapal-kapal perang Belanda mulai menembaki semua benteng-benteng pertahanan Kesultanan Palembang sehingga satu per satu dapat ditaklukkan.

Sehingga pada pukul 7 pagi, Benteng Pulau Kemaro telah dapat dikuasai dan merebut ke benteng-benteng yang lainnya. Kapal perang Belanda terus maju menuju benteng Martopuro.

Pangeran Bupati Panembahan Hamim tetap melakukan perlawanan dengan gigih. Hal ini terbukti Belanda baru berhasil menaklukan Benteng Martopuro pada pukul 13.00 WIB.

Dengan didudukinya Benteng Martopuro, seluruh pertahanan Sultan di perairan Sungai Musi lumpuh.

Kapal perang Belanda menuju ke muara Sungai Ogan untuk menghalangi Sultan mundur ke pedalaman. Setelah itu Belanda mulai menyerang keraton Kuto Besak. Serangan ini merupakan serangan terbesar yang pernah dilakukan Belanda terhadap Kesultanan Palembang. (Safwan,2004:78).

Mayjen Markus de Kock memberikan ultimatum terhadap sultan agar segera menyerah. Sultan menyampaikan protes atas serangan Belanda yang melanggar gencatan senjata.

Kemudian Sultan mengajukan usul akan menyerahkan kekuasaannya kepada Belanda asal tetap diberikan izin untuk tetap tinggal di Palembang.

Usul Sultan ditolak oleh de kock dan pada tanggal 1 Juli 1821, Sultan Mahmud Badaruddin II ditangkap dan dibawa dengan kapal ke Batavia bersama beberapa kerabat kesultanan. Pada bulan Maret 1822 Sultan diasingkan ke Ternate (Maluku) hingga akhir hayatnya.

Sedangkan Pangeran Bupati Panembahan Hamim tidak dibuang ke Batavia (Betawi) melainkan ditahan dan dikurung di dalam kapal perang selama 7 bulan. Setelah itu barulah Pangeran Bupati Panembahan Hamim dilepaskan dan dapat berkumpul dengan keluarganya di kampung Sekanak.

Setelah kondisi Kesultanan Palembang Darussalam cukup kondusif, Pangeran Bupati Panembahan Hamim mencoba untuk meneruskan pemerintahan Kesultanan Palembang yang merupakan gerakan perlawanan terhadap pemerintah Belanda atau gerakan bawah tanah

Hal ini dapat dilihat dari stempel yang ada pada zuriat Pangeran Bupati Panembahan Hamim yang dibuat pada tahun 1237 H atau tahun 1824 M.

Pada stempel ini tertulis Alamat Pangeran Panembahan ibnu Sultan Ratu Mahmud bahauddin balad (kota) Palembang Darussalam Sanah (tahun) 1237.

Pangeran Bupati terus mencoba untuk menyusun kekuatan baru dengan melakukan latihan taktik perang setiap hari Jum’at (setelah Sholat Jum’at). Adapun lokasi yang dijadikan tempat latihan adalah di tanah Pematang Tudin (Pebem).

Berdasarkan cerita tutur diperkirakan sekitar 80 orang yang dilatih khusus untuk dipersiapkan menjadi pemimpin-pemimpin perang yang baru.

Namun Allah berkehendak lain, sebelum latihan ini dapat dirampungkan oleh Pangeran Bupati, beliau telah dipanggail oleh yang maha kuasa dalam usia 100 tahun, dikuburkan di Pemakaman Tanah Tinggi Talang Semut 29 Ilir (sekarang dikenal dengan Jalan Joko).

Halaman:

Tags

Terkini