H Syofwatillah Mohzaib, mantan anggota DPR RI yang juga pencipta Alquran Alakbar mengemukakan bahwa kondisi yang terjadi di Makam Pangeran Kramojayo harus menjadi persoalan yang dikerjakan bersama-sama.
"Masing-masing bisa pada jalurnya masing-masing. Sehingga, ada titik terang dalam peprsoalan Cagar Budaya ini. Apakah objek diduga cagar budaya atau cagar budaya. Apa yang bisa dilakukan sehingga, posisinya menjadi jelas dan Makam ini tetap ada," ujar tokoh yang sering dipanggil Ustad Ofat ini.
Manakib
Nama Kramo Jayo yang juga menantu dari SMB II di waktu akhir-akhir ini memang menjadi sorotan oleh karena makamnya dirusak oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Padahal makam tersebut merupakan objek cagar budaya yang telah terdaftar secara nasional dengan Nomor Registrasi Nasional : PO2018090600566.
Dari nasabnya, Kramo Jayo merupakan anak Pangeran Natadiradja Raden Muhammad Hanafiah yang zuriyatnya bersambung dengan Sultan Palembang Darussalam ke-1 dan ke-2,
yakni: Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago bin Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminim Syaidul Imam.
Semasa hidupnya, Kramo Jayo menempati posisi penting dalam pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam dan juga pada masa Kresidenan Palembang. Pada 1819,
beliau dipercaya sebagai Komandan Buluwarti Timur di Benteng Kuto Besak dalam perang Menteng, dan Komandan Benteng Tambakbaya di muara Sungai Komering Plaju
dengan senjata pusaka yang paling ampuh yaitu ‘Meriam Sri Palembang.
Beliau juga menikahi Raden Ayu Khotimah, salah seorang anak dari Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II. dari pernikahannya ini, Kramo Jayo dikaruniai lima putri dan
dua putra yakni, RA Azimah, RA Syaikho, RA Zakiah, R.A. Fatimah, RA Zubaidah, Pangeran Nata Diraja Abdul Hafiz dan Pangeran Wira Menggala Abdur Roqib . Sedangkan
dari istri yang lain Pangeran Kramo Jayo memperoleh 18 anak.
AMPCB
Koordinator Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB) Vebri Alintani mengungkapkan bahwa terlaksananya ziarah akbar ini menunjukkan bahwa karomah mereka yang telah mendahului kita. "Bisa menyatukan kita-kita yang masih hidup," ujarnya.
"Mereka yang sudah meninggal bisa menyatukan warga Palembang dan zuriat kesultanan Palembang untuk melaksanakan ziarah akbar. Palembang adalah kota tua, dengan lebih dari 400 cagar budaya yang teregister. Kalau objek-objek itu bisa dipelihara dan lestari tentu bisa memberikan banyak manfaat bagi warga Palembang. Selain tentunya menjadi bentuk penghargaan bagi para pendahulu kita," ungkapnya.