KetikPos.com - Maulid Nabi Muhammad bukan sekadar sebuah acara seremonial. Ia adalah momentum spiritual yang sarat makna, di mana umat Islam mengekspresikan kecintaan dan kegembiraan atas hadirnya sosok agung yang membawa cahaya kebenaran ke tengah kegelapan dunia.
Di tengah perdebatan sebagian kalangan mengenai relevansi Maulid, ulama besar asal Makkah, Syekh Abuya Assayyid Muhammad Alawi Almaliki Alhasani – seorang keturunan Rasulullah dan pewaris keilmuan para salaf – memberikan jawaban tajam yang menutup ruang argumen dangkal.
Beliau menegaskan:
“Tidak layak bagi seorang yang berakal bertanya, ‘Mengapa kalian memperingati Maulid?!’ Karena seakan-akan dia bertanya, ‘Mengapa kalian bergembira dengan kelahiran Rasulullah?’”
Pernyataan singkat ini ibarat pisau bedah: membongkar lapisan persoalan, mengupas inti perayaan, sekaligus mengingatkan umat bahwa Maulid adalah wujud cinta yang lahir dari iman.
Kegembiraan yang Bukan Sekadar Tradisi
Pertanyaan “Mengapa Maulid?” seringkali datang dari kelompok yang menilai segala sesuatu dengan kacamata bid‘ah secara kaku. Namun Syekh Al-Maliki membalik logika itu dengan pertanyaan yang jauh lebih fundamental:
“Mengapa kalian bergembira dengan kelahiran Rasulullah?”
Jawabannya jelas: karena kelahiran Nabi Muhammad ﷺ adalah rahmat terbesar bagi alam semesta.
Allah sendiri menegaskan dalam firman-Nya:
“Katakanlah (wahai Muhammad): Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58)
Para mufasir menafsirkan kata rahmat dalam ayat ini sebagai pribadi Rasulullah ﷺ. Kehadiran beliau adalah anugerah ilahi yang menyingkirkan kegelapan jahiliah, menegakkan keadilan, dan mengajarkan rahmat kepada seluruh makhluk. Maka, bergembira dengan kelahiran beliau adalah ekspresi iman itu sendiri.
Maulid sebagai Ekspresi Cinta
Perayaan Maulid tidak pernah berdiri sekadar sebagai pesta. Ia adalah manifestasi cinta. Rasulullah sendiri telah mengingatkan bahwa iman seorang Muslim belum sempurna hingga dirinya lebih dicintai daripada orang tua, anak, dan seluruh manusia.
Dalam Maulid, cinta itu diwujudkan melalui:
• Pembacaan sirah nabawiyah untuk meneladani perjalanan hidup beliau.
• Shalawat dan madah yang memperkuat ikatan spiritual umat dengan Rasulullah.
• Refleksi akhlak mulia Nabi, yang mendorong umat untuk memperbarui komitmen mengikuti sunnah.