KetikPos.com, Palembang – Di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi digital, posisi bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa kembali menjadi sorotan utama. Isu ini diangkat dalam Seminar Kebahasaan yang diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas PGRI Palembang, Jumat (24/10/2025), bertempat di Gedung Guru Sumatera Selatan.
Seminar ini menghadirkan Yuli Masitoh, S.Pd., dari Balai Bahasa Sumatera Selatan, sebagai narasumber utama. Turut hadir Rektor Universitas PGRI Palembang Assoc. Prof. Dr. H. Bukman Lian, M.M., M.Si., Wakil Rektor I Assoc. Prof. Dr. Dessy Wardiah, M.Pd., Kepala BTEAADM Dr. Hetilaniar, M.Pd., Wakil Dekan III Dr. Bayu Iswana, S.Pd.Jas., M.Or., serta Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Dr. Achmad Wahidy, M.Pd.
Kegiatan ini diikuti oleh para dosen, mahasiswa, serta tamu undangan dari berbagai lembaga pendidikan.
Bahasa Indonesia di Persimpangan Globalisasi dan Digitalisasi
Dalam pemaparannya, Yuli Masitoh menyoroti tantangan yang dihadapi bahasa Indonesia di era digital dan global. Menurutnya, globalisasi tidak hanya membawa kemajuan teknologi, tetapi juga mempercepat percampuran bahasa dan budaya.
“Bahasa Indonesia kini berhadapan langsung dengan dominasi bahasa asing di ruang digital. Namun, kita harus mampu menjadikan tantangan ini sebagai peluang untuk menunjukkan bahwa bahasa Indonesia layak menjadi bahasa dunia,” jelasnya.
Yuli juga menegaskan bahwa saat ini bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa internasional ke-10, sebuah capaian besar yang perlu diikuti dengan upaya penguatan di berbagai bidang, terutama dalam dunia pendidikan.
Salah satu langkah strategis, lanjutnya, adalah penerapan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI).
“UKBI dapat menjadi piranti penting untuk mengukur dan menstandarkan kemampuan berbahasa Indonesia, baik bagi mahasiswa, tenaga pendidik, maupun profesional. Akan positif jika ke depan UKBI dijadikan prasyarat bagi mahasiswa sebelum menulis skripsi atau bagi dosen dalam proses kenaikan jabatan,” ujarnya.
Kesadaran Kritis di Ruang Digital
Sementara itu, Dr. Bayu Iswana, Wakil Dekan III FKIP UPGRIP, mengingatkan pentingnya kesadaran kritis terhadap penggunaan bahasa di ruang digital.
“Kita harus mampu mengenali tantangan bahasa Indonesia di era global, bersikap kritis terhadap penggunaan bahasa di media sosial, dan menjadi agen perubahan dalam mempromosikan bahasa Indonesia yang baik dan benar,” tegasnya.
Rektor Universitas PGRI Palembang, Assoc. Prof. Dr. H. Bukman Lian, menambahkan bahwa perubahan gaya berbahasa di dunia digital kerap melahirkan bentuk komunikasi baru yang menjauh dari kaidah baku.
“Bahasa gaul, bahasa digital, hingga bahasa campuran kini sering muncul di media sosial. Tantangan kita adalah bagaimana tetap menjaga kemurnian dan identitas bahasa Indonesia tanpa menolak kreativitas berbahasa generasi muda,” ujarnya.
Semarak Bahasa Indonesia di Kampus
Menambah semangat kebahasaan tahun ini, Dr. Achmad Wahidy, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, menyampaikan bahwa 2025 menjadi tahun yang istimewa bagi penguatan peran bahasa dan sastra di kampus.
“Tahun ini semarak bahasa Indonesia diwarnai dengan berbagai kegiatan, mulai dari seminar kebahasaan hingga Pemilihan Duta Bahasa dan Sastra. Melalui kegiatan seperti ini, kami ingin menumbuhkan kebanggaan dan tanggung jawab mahasiswa sebagai generasi penerus bahasa Indonesia,” tuturnya.
Dr. Achmad menegaskan bahwa semangat tersebut sejalan dengan visi UPGRIP untuk melahirkan lulusan yang tidak hanya cakap berbahasa, tetapi juga memiliki kesadaran literasi dan jati diri kebangsaan yang kuat.
Menjaga Bahasa, Menjaga Identitas Bangsa
Melalui seminar ini, peserta diajak untuk merefleksikan kembali peran bahasa Indonesia sebagai perekat identitas nasional di tengah derasnya pengaruh bahasa asing dan budaya global. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas PGRI Palembang berharap kegiatan semacam ini dapat memperkuat komitmen akademisi dan generasi muda dalam menjaga martabat bahasa Indonesia di ranah global.
“Menjaga bahasa Indonesia berarti menjaga pikiran, budaya, dan martabat bangsa,” tutup Yuli Masitoh dalam pesannya kepada para peserta seminar.