Dengan demikian, Maulid adalah momen perenungan sekaligus perayaan, sebuah ruang kolektif untuk menghidupkan kembali kecintaan kepada manusia termulia sepanjang sejarah.
Menjawab Tuduhan Bid‘ah
Sebagian orang memandang Maulid sebagai amalan tercela. Namun sejarah Islam membantah tuduhan itu. Sejak abad ke-4 Hijriah, Maulid telah dirayakan oleh umat Muslim di berbagai belahan dunia. Ulama besar dari beragam mazhab, termasuk Imam As-Suyuthi dan Ibnu Hajar Al-Asqalani, bahkan menulis kitab khusus tentang keutamaan Maulid.
Mereka menilai perayaan ini sebagai bid‘ah hasanah – inovasi yang baik – karena substansinya adalah mencintai Rasulullah, memperkuat iman, dan menyebarkan ajaran beliau.
Syekh Al-Maliki pun menekankan bahwa memperdebatkan legalitas Maulid hanyalah menyempitkan pandangan. Yang lebih penting adalah menggali esensi: bagaimana Maulid dapat menumbuhkan kecintaan dan ketaatan kepada Rasulullah .
Pertanyaan yang Sesungguhnya
Maka, daripada bertanya “Mengapa kalian memperingati Maulid?” pertanyaan yang lebih relevan bagi seorang Muslim adalah:
“Apa yang telah aku lakukan untuk menunjukkan cintaku kepada Rasulullah?”
Sebab, jika Maulid adalah ekspresi kegembiraan atas rahmat terbesar bagi alam semesta, maka mempertanyakan perayaan itu sama saja dengan mempertanyakan alasan bergembira atas hadirnya Nabi Muhammad.
Dan seperti yang ditegaskan Abuya Al-Maliki, pertanyaan semacam itu tidak layak muncul dari seorang yang berakal.
(as)
#Maulid #MaulidNabi #CintaRasulullah #AbuyaAlMaliki #BidahHasanah #SirahNabi #IslamRahmatanLilAlamin