Tim Advokasi RDPS Bantah Tuduhan Pelanggaran TSM yang Disebut Tim Fitri-Nandri

photo author
DNU
- Sabtu, 30 November 2024 | 23:32 WIB
Tim Advokasi RDPS, Mualimin Pardi Dahlan, S.H (Dok Ist/KetikPos.com)
Tim Advokasi RDPS, Mualimin Pardi Dahlan, S.H (Dok Ist/KetikPos.com)

KetikPos.com - Polemik terkait dugaan pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Palembang 2024 kembali mencuat setelah Tim Advokasi Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 1, Fitri–Nandri, menggelar konferensi pers pada Jumat, 29 November 2024.

Dalam konferensi tersebut, mereka menuding Paslon Nomor Urut 2, Ratu Dewa–Prima Salam (RDPS), melakukan kecurangan secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM). Tuduhan ini disertai permintaan agar dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).

Namun, tuduhan ini langsung dibantah oleh Tim Advokasi RDPS yang diwakili oleh salah satu anggota Tim Advokasi RDPS dari MPD Law Firm, Mualimin Pardi Dahlan, S.H.

Baca Juga: Tim Advokasi Hukum RDPS Tegaskan Kemenangan Mutlak, Siap Kawal hingga MK

Dimana dalam pernyataannya, mereka menilai tudingan tersebut tidak berdasar dan menunjukkan ketidaksesuaian dengan regulasi yang berlaku.

Menurut Mualimin Pardi Dahlan, S.H., yang akrab disapa Cak Apenk, tuduhan pelanggaran TSM dengan objek keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak bisa dikaitkan langsung dengan mekanisme PSU.

Cak Apenk menegaskan bahwa objek pelanggaran yang dituduhkan, yakni keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN), tidak relevan jika dikaitkan dengan TSM.

Baca Juga: RDPS Unggul dalam Quick Count Pilwako Palembang 2024, Diprediksi Menang

“Tuduhan ini agak aneh. Objek pelanggarannya keterlibatan ASN, tetapi pendekatannya TSM dan meminta PSU. Padahal, berdasarkan Pasal 135A Undang-Undang Pilkada, pelanggaran TSM itu spesifik terkait peristiwa money politics, dan skemanya tidak diarahkan untuk PSU,” jelasnya, Sabtu (30/11/24).

Ia juga menjelaskan bahwa ketentuan PSU di Pilkada diatur secara berbeda, yaitu melalui Peraturan KPU tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.

PSU hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu yang diatur Pasal 49 PKPU, seperti terjadinya bencana alam, rekomendasi dari Bawaslu, atau putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Jika rekomendasi Bawaslu menjadi dasar untuk PSU, itu pun harus berdasarkan keadaan tertentu, seperti ditemukannya lebih dari satu pemilih yang mencoblos dua kali. Artinya, pelanggaran ini tidak harus memenuhi unsur TSM untuk bisa ditindak,” tambahnya.

Baca Juga: Video Viral Diduga Kampanye Hitam: Tim Advokasi Hukum RDPS Desak Bawaslu Tindak Tegas

Terkait permintaan PSU dari pihak Fitri-Nandri, Cak Apenk kembali menekankan bahwa dasar hukum untuk pelaksanaan PSU sangat ketat dan tidak sembarangan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Kejaksaan RI telah Bertransformasi & Mereformasi Diri

Rabu, 19 November 2025 | 12:23 WIB
X