Banyak warga yang terpaksa mengungsi saat air Sungai Musi meluap, menghanyutkan pemukiman dan menenggelamkan jalan-jalan utama.
Selain itu, alih fungsi lahan di sekitar anak sungai turut memperburuk situasi dengan berkurangnya kapasitas penyerapan air.
"Banyak warga yang tinggal di bantaran sungai sekarang hidup dalam ketidakpastian. Setiap musim hujan, mereka khawatir akan potensi banjir yang dapat menghancurkan rumah dan mata pencaharian mereka," ungkap salah satu yang tak mau menyebutkan namanya ini.
Kehilangan Ekosistem dan Degradasi Kualitas Air
Selain banjir, degradasi sungai juga berdampak pada ekosistem setempat. Sungai Musi, yang dulu dikenal dengan kejernihan airnya dan kaya akan hasil ikan, kini mulai kehilangan fungsi ekologisnya.
Baca Juga: DPW Kawali Sumsel Kecam Kebocoran Pipa di Desa Ciptodadi: Pertamina Dituding Lalai
Perubahan ini terjadi seiring dengan penimbunan anak sungai dan pencemaran yang disebabkan oleh limbah rumah tangga dan industri.
Kualitas air Sungai Musi dan anak-anak sungainya menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Chandra, banyak anak sungai yang seharusnya menjadi sumber air bersih kini tercemar oleh sampah dan limbah.
"Pencemaran sungai adalah masalah yang sangat kompleks. Ini bukan hanya soal kebersihan, tapi juga soal kelangsungan hidup ekosistem air dan manusia yang bergantung pada air tersebut," katanya.
Penurunan kualitas air ini tak hanya mengancam kesehatan masyarakat, tetapi juga berdampak langsung pada perekonomian.
Nelayan tradisional yang mengandalkan hasil tangkapan dari Sungai Musi kini kesulitan mencari ikan karena berkurangnya populasi ikan di perairan yang tercemar.
"Sungai ini dulu kaya ikan, sekarang sangat sulit untuk mendapatkan hasil yang cukup. Kami terpaksa mencari ikan lebih jauh ke hulu," ungkap salah seorang nelayan.
Kurangnya Kesadaran dan Regulasi yang Lemah