Sungai dan Tradisi Lisan Senjang Musi Banyuasin

photo author
DNU
- Rabu, 27 Maret 2024 | 21:02 WIB
Senjang, sebagai sastra tutur Sekayu (dok)
Senjang, sebagai sastra tutur Sekayu (dok)

Baca Juga: Merayakan Kearifan Betembang Beringin Lubay: Bersenandung di Perahu Kajang Sebagai Panggung Pemulihan Warisan Budaya

Selain itu, sungai dan isinya kadang menjadi inspirasi bagi seniman-seniman senjang di dalam melantunkan syair-syair yang dilantunkan.

Selain kaya sungai, Kabupaten Muba memiliki sejumlah bentuk kesenian baik puisi maupun tarian. Suan (2008:97) mengatakan sejumlah kesenian yang ada di Musi Banyuasin itu terdiri dari  cerita rakyat, nyanyian rakyat, bahasa berirama, dan puisi rakyat.

Di antara kesenian yang terkenal di kalangan masyarakat Musi Banyuasin antara lain, senjang, serambah, ungak-ungak (andai-andai), pantun, jampi (mantra) dan lain-lain.

Saat penelitian Bahasa Musi, Gani  (1981:19)  menemukan sejumlah informasi terkait dengan tradisi lisan di  Musi Banyuasin. Ragam tradisi  lisan yang masih ada pada saat penelitian itu  dilakukan, yakni pantun, syair, seramba, andai-andai panjang, dan tari senjang.

Tradisi tari senjang cukup terkenal di masyarakat. Gani dalam tulisannya menyatakan  kurang sependapat dengan penamaan tradisi ini sebagai tari senjang, karena justru bukan tarinya yang mempesona khalayak, melainkan pantun yang dibawakan oleh penarinya.

Saat ini,  banyak bentuk kesenian yang disebutkan di atas sudah tidak terdengar lagi karena penuturnya tidak ada lagi. Jarangnya bentuk kesenian ini ditampilkan, juga terkait makin berkembang budaya Islam di Musi Banyuasin.

 Misalnya, andai-andai panjang, yaitu suatu bentuk tradisi lisan yang dituturkan semalam suntuk saat acara perkawinan. Topik cerita biasanya  seputar asal usul nama daerah dan cerita kepahlawanan.

Kini, bentuk kesenian tersebut sudah tidak ada lagi. Menurut Yusman Haris, penulis buku Bumi Serasan Sekate dan Penduduknya, dirinya masih menyaksikan andai-andai panjang di wilayah Muba sekitar tahun 1970-an. Setelah itu, dirinya tidak pernah lagi menyaksikan.

Baca Juga: Lestarikan Sastra Tutur Lahan Basah

Begitu pula dengan syair kubur. Dulu masyarakat sering berkumpul untuk mendengar syair kubur karena iramanya menarik hati.

Pesan moral dari syair kubur adalah untuk mengingat bahwa manusia itu akan mati, maka berbuat baiklah (Suan,2008:100).

Namun, kini saat kematian lebih banyak diisi dengan membaca ayat-ayat Al-Quran. Malah sudah tidak pernah lagi ada syair kubur dibawakan. Selain itu, sudah tidak ada orang yang bisa membawakan syair kubur.

Dari sejumlah bentuk-bentuk kesenian tradisi lisan yang ada, hanya kesenian senjang yang masih eksis bertahan di Bumi Serasan Sekate.

Ada juga serambah, namun pamor serambah tidaklah sepopuler senjang. Senjang adalah salah satu bentuk media seni budaya yang menghubungkan antara orang tua dengan generasi muda atau juga antara masyarakat dengan Pemerintah dalam penyampaian aspirasi yang berupa nasehat, kritik maupun penyampaian strategi ungkapan rasa gembira

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Tags

Rekomendasi

Terkini

Media: Arsitek Realitas di Era Digital

Rabu, 26 November 2025 | 08:12 WIB

Menjaga Wibawa Pendidikan dari Kriminalisasi Pendidik

Jumat, 24 Oktober 2025 | 14:09 WIB

Pelangi Beringin Lubai II: SIMBOLIS HUBUNGAN KEKERABATAN

Selasa, 23 September 2025 | 07:02 WIB

Pelangi Beringin Lubai dalam Kenangan I: Budaya Ngule

Senin, 22 September 2025 | 19:12 WIB

Rusuh: Rakyat Selalu Dipersalahkan, Kenapa?

Jumat, 5 September 2025 | 17:48 WIB

BEDAH ALA KRITIKUS SASTRA

Jumat, 29 Agustus 2025 | 22:28 WIB

BENDERA PUTIH TLAH DIKIBARKAN

Senin, 25 Agustus 2025 | 16:11 WIB
X