Pangan adalah Senjata

photo author
DNU
- Selasa, 29 Juli 2025 | 15:41 WIB
Andrezal   (Dok Ist/KetikPos.com)
Andrezal (Dok Ist/KetikPos.com)

Baca Juga: Sumsel Pacu Swasembada Pangan: Disbun Siapkan Penanaman Padi Gogo di Banyuasin

Dampaknya pada negara berupa akumulasi hutang yang semakin besar terhadap institusi keuangan global. Negara-negara yang pernah swasembada pangan dengan menerapkan Revolusi Hijau sekarang terjerumus kepada ketergantungan impor pangan yang semakin ekstrim. Contoh jelasnya Indonesia hari ini yang tidak bisa lepas dari skema hutang dan ketergantungan impor pangan yang semakin meningkat.  

Keresahan-keresahan ini kemudian mencuat secara global dan terkonsolidasi tahun 1993 di Mons, Belgia. Gerakan ini dikenal sebagai La Via Campesina, sebuah wadah yang menampung aspirasi gerakan-gerakan petani di berbagai negara di dunia. Mereka adalah bentuk kontra-hegemoni yang sistematis atas wacana agribisnis. LVC gencar melakukan penolakan atas WTO, kampanye anti-GMO dan advokasi atas hak petani. 

La Via Campesina mendukung agroekologi yang menjadi lawan dari agribisnis. Membangun kesadaran akan pentingnya hak atas tanah kedaulatan benih dan kedaulatan pangan serta merawat pengetahuan lokal. Petani beserta benih dan lahan tidak hanya sekedar objek dan alat produksi semata, mereka merupakan subjek global yang berhak bersuara dan menentukan nasib dalam politik global.

Salah satu keberhasilan LVC adalah United Nations Declaration on the Rights of Peasants and Other People Working in Rural Areas (UNDROP) di PBB tahun 2018. Isinya mencakup pengkuan hak atas tanah, benih, pangan dan lingkungan sehat, pengakuan hak kolektif komunitas adat dan petani kecil serta kewajiban negara melindungi dan memenuhi hak tersebut. Menyuarakan pentingnya ruang alternatif bagi sistem pangan yang adil dan berkelanjutan. 

Di Indonesia, ada Serikat Petani Indonesia (SPI) sebuah organisasi petani yang tergabung ke dalam La Via Campesina. Organisasi ini baru saja melakukan Kongres ke-V di provinsi Jambi dari tanggal 20-25 Juni 2025. Dihadiri petani anggota SPI dari 29 Provinsi, mereka bertemu dan berkumpul memilih ketua umum dan kepengurusan, menyusun AD/ART dan Garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) serta menentukan pandangan dan sikap politik organisasi untuk lima tahun ke depan. 

SPI aktif dalam memperjuangkan reforma agraria dan kedaulatan pangan, mendirikan Koperasi Petani Indonesia yang terintegrasi sampai ke basis. Lahan hasil perjuangan nantinya harus mampu menghasilkan produk yang akan didistribusikan lewat ekosistem koperasi. Ini berguna untuk membangun ekonomi kerakyatan. Beberapa koperasi SPI telah berjalan dan berbadan hukum dengan lini usaha masing-masing.  

Kongres V SPI ini juga mewadahi suara pemuda tani dan perempuan tani. Kelompok yang terdampak langsung kebijakan neoliberal pertanian yang semakin ganas. Permasalahan yang mereka hadapi adalah susahnya akses ke lahan dan pemodalan untuk pertanian serta kegiatan bertani yang mahal dan tidak menguntungkan. Inilah faktor yang menyebabkan semakin berkurangnya regenerasi petani muda di Indonesia.   

Sebagai aktor penting dalam mendorong deklarasi UNDROP di PBB, SPI lewat Kongres V akan semakin gencar menyuarakan hak-hak petani baik di tingkal lokal sampai internasonal dan berupaya aktif dalam persatuan politik dan ekonomi kerakyatan di Indonesia. 

Refleksi Sebelum 80 Tahun Kemerdekaan Kita

Pernahkah anda melihat para petani dari berbagai provinsi berkumpul dan membicarakan permasalahan mereka, menyusun AD/ART, GBHO, ekonomi kerakyatan bahkan penetuan sikap politik? Membicarakan hak atas tanah, benih, pangan, pengetahuan lokal, masyarakat adat dan masa depan generasi dalam sebuah forum nasional? Pembicaraan yang asing dalam benak pemerintah kita yang keracunan neoliberalisme. 

Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 04 Oktober 2024 merilis “61 Persen Anggota DPR 2024-2029 Merupakan Politisi Pebisnis”. Bayangkan di negara republik, dapur kebijakan yang harusnya menyajikan Rancangan Undang-Undang yang menyehatkan publik telah berubah menjadi sektor privat. Tentu di sana kebijakan yang dibuat hanyalah kebijakan pesanan dari orang-orang yang mampu mengaksesnya dengan uang. Siapa lagi kalau bukan korporasi global, mereka mengubah pemerintah kita menjadi alat akumulasi kapital semata. 

Hampir 80 tahun kita merdeka namun nasib petani semakin parah, siapa lagi yang akan mewakili mereka jika bukan mereka dan orang-orang yang senasib serta yang mengerti penderitaan mereka? Pemerintah hari semakin jauh dari cita-cita luhur para pendiri bangsa. Ini mengingatkan kita atas pernyataan Bung Karno “perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”. 

Namun, jika anda melihat para petani berserikat dan berkumpul, membicarakan nasib mereka sendiri dalam forum nasional, berdebat panas dan menghasilkan kesimpulan bersama, saat itulah anda akan menyadari bahwa harapan para pendiri bangsa masih hidup. Harapan besar yang dirawat tangan-tangan kecil di pedesaan, di pemukiman tidak layak perkotaan, di pesisir pantai yang panas, dan di dalam hutan masyarakat adat yang hening. Menunggu untuk disemai dan dibesarkan oleh orang banyak sebelum akhirnya kita panen bersama dalam sebuah kedaulatan dan kemerdekaan yang sejati. 

“Siapa yang memguasai benih maka ia akan menguasai pangan, siapa yang menguasai pangan maka ia akan menguasai perut, siapa yang menguasai perut maka ia akan menguasai politik, siapa yang menguasai politik maka ia akan menguasai dunia”

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Media: Arsitek Realitas di Era Digital

Rabu, 26 November 2025 | 08:12 WIB

Menjaga Wibawa Pendidikan dari Kriminalisasi Pendidik

Jumat, 24 Oktober 2025 | 14:09 WIB

Pelangi Beringin Lubai II: SIMBOLIS HUBUNGAN KEKERABATAN

Selasa, 23 September 2025 | 07:02 WIB

Pelangi Beringin Lubai dalam Kenangan I: Budaya Ngule

Senin, 22 September 2025 | 19:12 WIB

Rusuh: Rakyat Selalu Dipersalahkan, Kenapa?

Jumat, 5 September 2025 | 17:48 WIB

BEDAH ALA KRITIKUS SASTRA

Jumat, 29 Agustus 2025 | 22:28 WIB

BENDERA PUTIH TLAH DIKIBARKAN

Senin, 25 Agustus 2025 | 16:11 WIB
X