Tidak adanya batasan periode jabatan sebagai anggota DPR adalah salah satu celah melanggengkan kekuasaan untuk melancarkan segala kepentingan pribadi anggota DPR tersebut dengan tujuan kekayaan. Jika jabatan presiden saja dibatasi 2 periode. Maka ketika DPR tidak dibatasi periode menyebabkan tidak adanya jaminan hak untuk mendapatkan kepastian hukum ihwal periodisasi jabatan anggota DPR dan hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan menjadi terbatas. Dengan demikian, periodisasi jabatan anggota DPR menjadi tidak terbatas dan ruang sirkulasi kekuasaan lembaga legislatif menjadi tidak berjalan serta rawan penyelewengan.
Baca Juga: Gonjang-Ganjing PWI: Dualisme Kepemimpinan, HPN 2025 Terbelah Dua
Untuk itu Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dianggap dapat menjadi solusi efektif dalam pemberantasan korupsi. RUU ini juga diharapkan dapat memperkuat keadilan sosial dan ekonomi Indonesia.
Alasan RUU Perampasan Aset efektif:
• Memberikan solusi untuk menangani perkara korupsi, pencucian uang, dan lainnya
• Memberikan substansi dan mekanisme jelas untuk penyitaan dan pengembalian aset hasil kejahatan
• Dapat memperkuat sistem hukum yang lebih adil dan transparan
• Dapat meminimalisir kerugian negara akibat kasus-kasus korupsi
• Dapat meningkatkan efisiensi dalam penindakan tindak pidana korupsi
Sayangnya, UU Perampasan aset sampai detik ini belum juga di sahkan. Urgensi disahkan UU tersebut karena sering kali pelaku kejahatan melarikan diri atau meninggal dunia. Sehingga aset mereka sulit dijangkau oleh hukum.
Harta kekayaan inilah yang akan diputuskan oleh pengadilan, untuk disita untuk mengembalikan kerugian keuangan negara apabila terpidana korupsi tidak mampu membayar pidana uang pengganti yang ditetapkan oleh hakim atau sebagai pidana tambahan berupa perampasan hasil kejahatan.
Baca Juga: Menghadirkan Pendidikan yang Lebih Bermakna untuk Generasi Mendatang
"DPR hasil kuat-kuatan logistik" untuk merebut kursi di parlemen adalah produk legislator pilihan "money politic" yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak pernah memikirkan nasib rakyat sesungguhnya. Rakyat hanya dibuai sehari untuk memilih mereka dengan iming-iming imbalan uang.
Merasa suara rakyat itu sudah dibeli, ketika seorang caleg menang pemilu hasil kuat-kuatan logistik, percayalah tidak ada lagi seorang anggota dewan tersebut mau memikirkan kesulitan, kesejahteraan bahkan kepedulian terhadap rakyat.