Seniman Sumsel Gelar FGD, Kebijakan Royalti LMKN Dinilai Bikin Resah Musisi Daerah

photo author
- Selasa, 19 Agustus 2025 | 05:50 WIB
Seniman Sumsel Gelar FGD, Kebijakan Royalti LMKN Dinilai Bikin Resah Musisi Daerah (dok)
Seniman Sumsel Gelar FGD, Kebijakan Royalti LMKN Dinilai Bikin Resah Musisi Daerah (dok)

Meski sebagian peserta menolak tegas, ada pula yang mencoba mengambil jalan tengah. Gatot Sultan, salah satu musisi senior, menilai masalah bukan pada lembaganya, melainkan orang-orang di dalamnya.

“Aturan harus transparan. Mari sama-sama belajar soal hak cipta, tapi jangan sampai aturan merugikan semua pihak,” katanya.

Beberapa musisi juga menyarankan agar pemerintah membentuk lembaga baru khusus untuk musik daerah, yang lebih fokus pada perlindungan seniman lokal.

Suara dari Luar Kota via Zoom

Diskusi juga menghadirkan beberapa tokoh seni melalui aplikasi Zoom.

Momon, salah satu peserta, menilai LMKN membuat aturan sepihak yang justru harus direvisi kembali oleh Kementerian Hukum dan HAM. Ia bahkan menyerukan agar dibentuk petisi untuk mendesak penurunan LMKN. “Kebijakan ini hanya membuat para pebisnis kafe dan resto sengsara, sementara para musisi pun semakin kehilangan ruang berkarya,” tegasnya.

Pandangan berbeda datang dari Mas Fadil Indra. Ia menyebut seharusnya musisi tetap mendukung keberadaan LMKN karena pada prinsipnya lembaga ini dibuat untuk melindungi hak royalti.

“Masalahnya adalah mekanisme distribusi yang masih belum jelas, begitu juga pasal-pasalnya yang abu-abu. Itu yang harus dibenahi, bukan lembaganya yang dihapus,” ujarnya.

Musisi lain, Andyan, menyoroti persoalan teknis. Menurutnya, LMKN tidak memiliki tools untuk memetakan di mana saja lagu terdaftar diputar, sehingga musisi tidak tahu sejauh mana karya mereka digunakan.

“Aturan yang belum jelas ini membuat banyak musisi tidak merasakan dampak royalti sama sekali. Saya bahkan punya rencana menarik lagu-lagu yang sudah saya daftarkan untuk dialihkan ke lembaga luar negeri. Sejak awal, LMKN ini lahir karena mengakuisisi label, bukan karena memperjuangkan seniman. Jadi wajar kalau kesimpangsiuran terus terjadi,” tegasnya.

Simalakama
FGD akhirnya menyimpulkan bahwa seluruh peserta sepakat menolak penerapan LMKN dalam bentuknya sekarang. Mereka mendesak adanya transparansi, regulasi yang lebih jelas, serta uji publik untuk memastikan kebijakan royalti benar-benar berpihak pada seniman.

“Semua sepakat hak cipta harus dilindungi, tapi caranya jangan sampai menjerat musisi yang justru menjadi ujung tombak dunia hiburan. Kalau dibiarkan, kebijakan ini akan jadi buah simalakama bagi semua pihak,” tutup Didit.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Admin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X