Uji Materi Pasal 222 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu: Rekontruksi Ambang Batas Pencalonan Presiden untuk Kesetaraan Hak Parpol dalam Pencalonan Pilpre

photo author
DNU
- Sabtu, 10 Agustus 2024 | 05:23 WIB
Yayasan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (Network for Democracy and Electoral Integrity atau NETGRIT) dengan diwakili Direktur Eksekutifnya,  Hadar Nafis Gumay (Pemohon I) dan Titi Anggraini (Pemohon II), penggiat pemilu dan demokrasi Indonesia, mengajukan uji materi   (Dok)
Yayasan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (Network for Democracy and Electoral Integrity atau NETGRIT) dengan diwakili Direktur Eksekutifnya, Hadar Nafis Gumay (Pemohon I) dan Titi Anggraini (Pemohon II), penggiat pemilu dan demokrasi Indonesia, mengajukan uji materi (Dok)

*Tawaran Alternatif yang Sesuai dengan Pasal 6A Ayat (2) UUD NRI 1945*

Sebagai sebuah kebijakan hukum terbuka, Para Pemohon memberikan alternatif pilihan desain ambang batas pencalonan presiden yang dianggap lebih mengakomodir hak partai politik peserta pemilu sesuai Pasal 6A Ayat (2) UUD NRI 1945.

Alternatif tersebut berupa penghapusan ambang batas pencalonan bagi partai politik yang
memiliki kursi di parlemen. Sehingga setiap partai politik yang punya kursi di parlemen bisa mengusulkan paslonnya sendiri di pilpres.

Sedangkan terhadap partai politik peserta pemilu non-parlemen, perlu membentuk koalisi baik dengan partai politik parlemen maupun bersama partai politik non-parlemen untuk mengusung paslon dalam pemilihan presiden.

Koalisi yang hanya terdiri dari partai politik non-parlemen harus didasarkan pada total dari keseluruhan jumlah partai politik peserta pemilu legislatif nasional.

Simulasinya adalah jika diasumsikan terdapat 18 total partai politik peserta pemilu legislatif nasional seperti pada Pemilu Serentak 2019, kemudian ambang batas yang dikenakan adalah 20%, maka satu koalisi pencalonan yang hanya terdiri dari partai politik non-parlemen harus membuat koalisi pencalonan yang terdiri dari paling sedikit 3,6
partai politik non-parlemen (dibulatkan menjadi 4 atau 3 sesuai kebijakan hukum pembentuk undang-undang).

Angka tersebut adalah hasil perkalian dari angka 20% ambang batas dengan angka 18 yang merupakan total jumlah partai politik peserta pemilu.

Melalui kalkulasi tersebut, partai politik non-parlemen yang hendak mengusulkan paslon harus membentuk koalisi pencalonan dengan total 4 partai politik peserta pemilu sesama non-parlemen (apabila pembulatan ke atas) atau 3 partai politik peserta pemilu sesama non-parlemen (apabila pembulatan ke bawah).

Adanya perbedaan tersebut sesuai dengan pendirian MK pada Putusan
No.55/PUU-XVIII/2020 bahwa antara partai politik parlemen dan partai politik non-parlemen bisa diperlakukan secara tidak sama. Akan tetapi, alternatif ini tidak mencederai hak partai politik peserta pemilu untuk bisa sama-sama mengusulkan pasangan calon presiden.

Melalui skema tersebut, maka paslon di pilpres dapat diusulkan oleh:
1) Partai Politik Peserta Pemilu yang memiliki kursi di DPR (tanpa ambang batas);
2) Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memiliki kursi di DPR (tanpa ambang batas);
3) Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu terdiri dari partai politik yang memiliki kursi di DPR dan Partai Politik Peserta Pemilu yang tidak memiliki kursi di DPR (tanpa ambang batas); atau
4) Gabungan partai politik peserta pemilu terdiri dari partai-partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR yang memenuhi syarat ambang batas pencalonan yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang.

Desain tersebut dianggap lebih masuk akal dan rasional karena partai politik
non-parlemen lebih diakomodir haknya untuk mencalonkan presiden tanpa terikat pada partai politik parlemen.

Selain itu, desain ini lebih sesuai dengan logika keserentakan pemilu karena basis perhitungan ambang batas tidak didasarkan pada
perolehan suara pemilu sebelumnya melainkan pada kepesertaan partai politik di pemilu yang sedang berlangsung.

Secara garis besar, permohonan ini menggunakan logika yang serupa dengan pertimbangan hukum MK pada Putusan No.116/PUU-XXI/2023 terkait rekonstruksi ketentuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) di pemilu anggota DPR.

Keduanya sama-sama memandang bahwa pasal yang diuji adalah kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang (open legal policy), namun tetap harus dalam batasan yang tidak melanggar prinsip keberlanjutan, rasionalitas, keilmiahan, hak politik, dan kedaulatan rakyat.
Petitum Permohonan Selanjutnya, berdasar dalil-dalil yang telah dibuat, Pemohon mengajukan petitum alternatif dalam perkara ini yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

1. Mengabulkan Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya;

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kejaksaan RI telah Bertransformasi & Mereformasi Diri

Rabu, 19 November 2025 | 12:23 WIB
X