KetikPos.com --Dalam sebuah langkah penting untuk melestarikan warisan budaya yang semakin terkikis oleh arus modernisasi, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VI Sumatera Selatan berkolaborasi dengan Pemerintah Kota Palembang mengadakan sebuah Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Mewujudkan Ekosistem Pelestarian Perahu Bidar” pada Kamis (29/8) di Benteng Kuto Besak (BKB).
Diskusi ini tidak hanya menjadi ajang untuk menggali berbagai pandangan, tetapi juga untuk mencari solusi konkret dalam menjaga kelangsungan tradisi perahu bidar—sebuah simbol budaya yang memiliki akar mendalam dalam sejarah kota Palembang.
Baca Juga: Perahu Bidar Terancam Punah: Revitalisasi Jadi Fokus Utama
Perahu Bidar: Lebih dari Sekadar Lomba Tradisional
Perahu bidar bukan sekadar sebuah perahu kayu panjang yang meluncur cepat di Sungai Musi. Ia adalah cermin dari kekayaan budaya, semangat kolektif, dan warisan sejarah Palembang yang melibatkan berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Setiap tahunnya, lomba bidar menjadi daya tarik utama dalam perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus.
Namun, pada tahun 2024, tradisi ini mengalami perubahan, dengan perlombaan yang diadakan pada tanggal 31 Agustus—tanggal yang dikenal sebagai hari ulang tahun Ratu Belanda, Wilhelmina.
Keputusan untuk menggeser tanggal lomba ini menuai reaksi dari berbagai kalangan, termasuk Pembina Paguyuban Bidar dan Ketua PODSI Kota Palembang, H. RM. Husin. Husin mempertanyakan alasan di balik perubahan tersebut, mengingat tanggal 31 Agustus memiliki konotasi sejarah yang berbeda dan mungkin tidak sejalan dengan semangat kemerdekaan yang diusung oleh lomba bidar.
Keputusan ini membuka diskusi lebih luas tentang bagaimana tradisi lama dapat diadaptasi atau dipertahankan dalam konteks modern tanpa kehilangan esensinya.
Baca Juga: Kontroversi Perubahan Jadwal Lomba Bidar: Menjaga Tradisi atau Mengembangkan Budaya?
Hadiah yang Layak: Menjaga Keseimbangan Antara Biaya dan Penghargaan
Salah satu topik yang diangkat dalam FGD adalah masalah hadiah yang diberikan kepada pemenang lomba bidar.
Menurut H. RM. Husin, biaya untuk membina dan merawat perahu bidar sangat tinggi, mencapai ratusan juta rupiah, namun hadiah yang diberikan saat ini dianggap tidak sebanding.
Dengan hadiah untuk juara pertama hanya sebesar Rp 25 juta, Husin mengusulkan peningkatan signifikan hingga Rp 200 juta.
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.