KetikPos.com —Tiga nyawa penegak hukum melayang bukan di medan perang, tapi di arena sabung ayam—tempat di mana hukum seharusnya ditegakkan, bukan dibungkam oleh peluru.
Hari itu, ruang sidang Pengadilan Militer I-04 Palembang bukan sekadar panggung hukum, melainkan saksi air mata dan amarah. Terdakwa Kopda Bazarsah, seorang anggota TNI aktif, duduk di kursi pesakitan menghadapi tuntutan paling berat yang bisa dijatuhkan oleh negara: hukuman mati.
Dari Senjata Rakitan ke Aksi Pembantaian
Menurut oditur militer Letkol CHK Darwin Butar Butar, tindakan Bazarsah bukan sekadar respons emosional. Ia datang siap tempur—dengan senjata rakitan laras panjang, hasil kawin silang SS1 dan FNC—untuk satu tujuan: membungkam hukum dengan kekerasan.
Dalam hitungan detik, tiga aparat Polri tumbang:
AKP Anumerta Lusiyanto, Kapolsek yang dikenal tegas
Bripka Petrus Apriyanto, pengayom warga
Bripda Ghalib Surya Ganta, polisi muda harapan keluarga
Semua tewas di lokasi saat memimpin penggerebekan arena judi sabung ayam di Way Kanan, Lampung.
Tuntutan yang Mengguncang
“Perbuatannya bukan hanya pembunuhan. Ini pembunuhan berencana, dengan senjata ilegal, di tempat praktik ilegal,” tegas Letkol Darwin.
Pasal yang digelontorkan:
Pasal 340 KUHP: Pembunuhan berencana
UU Darurat No.12/1951: Kepemilikan senjata api ilegal
Pasal 303 KUHP: Perjudian