Perspektif Hukum terhadap Penyanderaan Ijazah dalam Kasus SMA Negeri 18 Palembang

photo author
DNU
- Sabtu, 3 Agustus 2024 | 18:25 WIB
Dr. Dadang Apriyanto, S.Pd., SH., MM., MH., C.Med., C.MLC (Dok Ist/KetikPos.com)
Dr. Dadang Apriyanto, S.Pd., SH., MM., MH., C.Med., C.MLC (Dok Ist/KetikPos.com)

Pendidikan dasar harus diwajibkan, pendidikan menengah harus tersedia dan dapat diakses oleh semua orang, dan pendidikan tinggi harus dapat diakses berdasarkan kapasitas individu.

Lebih lanjut, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), yang diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2005, juga menekankan pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk memastikan setiap orang dapat berpartisipasi sepenuhnya dalam masyarakat.

Baca Juga: Kurnaidi Ketua PWI Sumsel, Nyaris Tersandung Ijazah Saat Mendaftar dan Dapat Hadiah Ultah Termanis

Pasal 13 ICESCR menyatakan bahwa pendidikan harus tersedia, dapat diakses, dapat diterima, dan dapat diadaptasi sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat. Tindakan penyanderaan ijazah dapat dianggap melanggar prinsip aksesibilitas dan penerimaan pendidikan yang diatur dalam ICESCR.

Negara, melalui lembaga-lembaga pendidikan, memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa semua anak memiliki akses penuh ke hak-hak pendidikan mereka tanpa hambatan yang tidak semestinya.

Baca Juga: Meningkatkan Kecintaan pada Sastra lewat Kurikulum Merdeka


Apa yang telah dialami oleh para siswa SMA Negeri 18 Palembang seharusnya penahanan ijazah tidak lah perlu di lakukan, karena hanya akan menghalangi hak legal siswa tetapi juga membawa konsekuensi sosial, ekonomi, dan psikologis yang mendalam.

Ijazah adalah pintu gerbang bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan atau memulai karier profesional. Tanpa ijazah, siswa terpaksa menghadapi batasan yang signifikan dalam mengakses pendidikan tinggi, mendapatkan beasiswa, atau memasuki pasar kerja formal.

Ini dapat mengakibatkan efek berantai yang memperburuk ketidaksetaraan sosial, karena siswa yang ijazahnya ditahan mungkin berasal dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi.

Baca Juga: Skema Kapitalisme: Menjerat Mahasiswa Sebelum Menjadi Buruh di Korporasi


Secara psikologis, penahanan ijazah dapat menimbulkan perasaan frustasi, stres, dan bahkan depresi pada siswa dan keluarganya. Siswa yang ijazahnya ditahan mungkin merasa diperlakukan tidak adil dan kehilangan kepercayaan pada sistem pendidikan.

Mereka mungkin juga menghadapi stigma sosial, di mana mereka dan keluarga mereka dianggap tidak mampu memenuhi kewajiban keuangan atau administratif, meskipun penyebab sebenarnya mungkin lebih kompleks dan di luar kendali mereka.

Dampak psikologis ini dapat mempengaruhi kinerja akademis siswa di masa depan, serta mempengaruhi kemampuan mereka untuk berfungsi secara optimal dalam masyarakat.
Menahan ijazah siswa juga dapat dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang oleh institusi pendidikan.

Baca Juga: Kisah Asal Usul Pedamaran

Dalam hukum administrasi negara, tindakan semacam ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) jika dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas. Sekolah, sebagai bagian dari administrasi negara, harus mematuhi prinsip-prinsip legalitas dan kepatutan dalam menjalankan tugasnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Media: Arsitek Realitas di Era Digital

Rabu, 26 November 2025 | 08:12 WIB

Menjaga Wibawa Pendidikan dari Kriminalisasi Pendidik

Jumat, 24 Oktober 2025 | 14:09 WIB

Pelangi Beringin Lubai II: SIMBOLIS HUBUNGAN KEKERABATAN

Selasa, 23 September 2025 | 07:02 WIB

Pelangi Beringin Lubai dalam Kenangan I: Budaya Ngule

Senin, 22 September 2025 | 19:12 WIB

Rusuh: Rakyat Selalu Dipersalahkan, Kenapa?

Jumat, 5 September 2025 | 17:48 WIB

BEDAH ALA KRITIKUS SASTRA

Jumat, 29 Agustus 2025 | 22:28 WIB

BENDERA PUTIH TLAH DIKIBARKAN

Senin, 25 Agustus 2025 | 16:11 WIB
X