Melihat angka perolehannya seperti sulap yang gagal. Sim salabimnya sepertinya tak mempan lagi.
Apalagi, beberapa kali, setelah penghitungan suara usai, jumlah perolehan suara beberapa kali juga berubah.
Tapi anehnya, perolehan suaranya seakan tak bergeming.
Baca Juga: Jejak Tak Tergantikan: Bioskop Palapa dalam Kisah Kota Prabumulih
Amiruddin memang tak masuk hitungan. Bahkan, partainya pun tak satupun dapat kursi.
“Sayang, kamu salah pilih kendaraan. Kalau saja, kendaraan kamu tepat, mungkin gedung dewan bisa kamu masuki lagi,” komentar seorang teman ketika Amiruddin berkeluh kesah.
Mendengar kendaraan, Amiruddin pun teringat motor peninggalan turun temurun dari orang tuanya.
Motor itu sebenarnya memang masih bagus. Tapi sayang, tak masuk dalam sebagian otaknya.
Sehingga, hanya teronggok di sudut rumah.
Dia sempat menatap motor itu. Terbayang, betapa gagahnya ketika ayahnya dan dia juga sempat mencicipi pamor motor itu.
Tapi apa mau dikata, semuanya telah berlalu.
Motor itu memang bukan seakan besi tua. Tapi memang sudah menjadi besi tua.
Amiruddin, hanya bisa berkata motor..motor.. motor.. motor.
Dia tak mengenali lagi istrinya. Anaknya. Temannya. Partainya sekalipun.
Termasuk lambang partainya.