Selama ritual, umat Tionghoa di Pulau Kemaro menyajikan berbagai jenis makanan sebagai persembahan kepada dewa dan leluhur mereka.
Kambing hitam, ayam panggang kunyit, buah-buahan segar, kue-kuean tradisional, dan berbagai hidangan khas lainnya dipersiapkan dengan penuh kecermatan dan keikhlasan sebagai wujud penghormatan dan rasa syukur.
Namun, fokus utama ritual adalah pada prosesi pemotongan kambing sebagai kurban.
Kambing tersebut dipotong secara simbolis di depan altar Siti Fatimah, yang merupakan tokoh sentral dalam legenda cinta di Pulau Kemaro.
Tindakan ini bukan hanya sekadar pengorbanan daging, tetapi juga melambangkan penghormatan yang dalam kepada warisan budaya dan sejarah yang diwariskan oleh leluhur mereka.
Selain aspek keagamaan, ritual Cap Go Meh juga menjadi ajang untuk memperkokoh ikatan sosial dan kebersamaan di antara komunitas.
Baca Juga: Tidak Hanya Religius, Pulau Kemaro Menjadi Tempat Wisata Bahari Warga
Seluruh prosesi ritual dilakukan secara kolektif, dengan setiap anggota komunitas berperan aktif dalam menjaga kelancaran dan kekhidmatan acara.
Dengan demikian, ritual Cap Go Meh di Pulau Kemaro bukan hanya sekadar serangkaian kegiatan keagamaan, tetapi juga sebuah peristiwa budaya yang sarat makna.
Ini menjadi momentum untuk merayakan warisan budaya dan spiritualitas yang kaya, sambil mempererat ikatan sosial dan kebersamaan di antara umat Tionghoa di Palembang.
Tak hanya sebagai pesta budaya, Cap Go Meh di Pulau Kemaro juga menjadi momentum penting untuk merayakan toleransi dan persatuan antar-etnis.
Baca Juga: Ingin Ke Pulau Kemaro, Ini Beberapa Angkutan Yang Bisa Dicoba
Di tengah keramaian dan kegembiraan, kita diingatkan akan pentingnya menghormati dan memelihara keberagaman budaya yang ada.
Inilah keindahan dan keunikan Puncak Cap Go Meh di Pulau Kemaro, sebuah perayaan yang tidak hanya mempererat ikatan antar-etnis, tetapi juga memperkaya dan mempercantik warna-warni kehidupan budaya di Kota Palembang.