Baca Juga: Kemendagri dan BGN Sebut Pihak yang Bertanggung Jawab Tangani Kasus Keracunan MBG
Dinkes menyarankan untuk membuat MoU antara pihak penerima manfaat dan penyuplai MBG kalau memang makanan tidak layak konsumsi, karena untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Makanan MBG harus disantap di skolah atau di tempat distribusi, yang terjadi selama ini, Kabid P3 menjelaskan, makanan dibawa pulang, itu tidak boleh, harus dimakan di situ.
Apalagi penerima manfaat membawa wadah kosong, memindahkan dari ompreng, bila penerima manfaat tidak mau konsumsi harus tetap di ompreng.
Ompreng tidak dibersihakan di sekolah, kenaapa? Sebab itu bagian dari evaluasi dapur MBG. Jangan, nantinya pengelola berasumsi bahwa makanan di ompreng bersih semuanya, padahal ada sesuatu di lapangan tidak sesuai dengan kenyataan,” urainya.
“Ini kan uang negara, ini evaluasi, jangan uang negara habis tapi makan tidak dikonsumsi, dibuang mubazir. Hal itu standar ketentuan,” tegas dia.
Baca Juga: Sorotan Khusus Pakar IDAI: Hidupkan Kantin Sekolah, Jangan Terus Andalkan Dapur Massal MBG
Kabid P3 Dinkes Palembang mengimbau bagi dapur SPPG untuk menjalankan operasional mulai dari penerimaan bahan makanan, penyimpanan, pengolahan hingga distribusinya sesuai dengan standar kesehatan.
“Standar kesehatan itu mengacu pada peraturan menteri kesehatan [Permenkes] 17/2024 tentang pangan berisiko, silakan dibaca,” sebutnya.
Pihak SPPG setiap harinya harus mengambil sampel makanan sebelum distribusi, disimpan dalam freezer 2×24 jam, bila tidak ditemukan berarti clear sampel tadi dapat dibuang.
“Kepada pihak sekolah atau penerima manfaat, sebelum menerima distribusi makanan dites organoleptik [dari aroma, warna, dan rasa], terlebih salah satu makanan tersebut dibuka dulu dilihat bukan langsung dibagikan kepada siswa,” pungkasnya. ***