Tangis di Balik Plastik Transparan: Saat Seragam Jadi Saksi

photo author
DNU
- Selasa, 24 Juni 2025 | 16:52 WIB
Kuasa hukum bersama keluarga korban penembakan Kopda Bazarsah (Dok)
Kuasa hukum bersama keluarga korban penembakan Kopda Bazarsah (Dok)

KetikPos.com--Di atas meja persidangan, terhampar benda-benda yang semula tak lebih dari atribut dinas: sepasang sepatu, celana tak lagi bersih, sebuah tasbih kusam, dan seragam yang dulu dikenakan dengan bangga.

Tapi kali ini, semuanya dibungkus plastik transparan—seperti mayat yang diringkus waktu.

Tangis pun pecah.

Benda-benda itu bukan sekadar barang bukti. Bagi keluarga AKP Anumerta Lusiyanto, Aipda Anumerta Petrus Apriyanto, dan Bripda Anumerta Ghalib, itulah sisa-sisa terakhir dari orang yang mereka cintai.

Yang tak pulang, karena gugur saat menjalankan tugas di Way Kanan, Lampung—ditembak peluru panas dari senapan laras panjang SS1 modifikasi milik Kopda Bazarsah, oknum TNI yang mengelola arena judi sabung ayam.

"Saya ingin itu dikembalikan," ujar salah satu keluarga dengan suara nyaris tak terdengar. Kalimat sederhana, tapi seperti merobek udara ruang sidang yang sepi. Tak ada yang menjawab. Hanya sesenggukan.

Peluru yang Membungkam Penegakan Hukum

Kesaksian memilukan datang dari Aipda Wara Ardany Rambe, Kanit Reskrim Polsek Negara Batin, yang selamat dari maut. Ia menggambarkan momen itu bukan seperti penggerebekan, tapi lebih mirip perang kecil yang sepihak.

Suasana sidang dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Militer I-04 Palembang pada Senin (23/6
Suasana sidang dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Militer I-04 Palembang pada Senin (23/6 (Dok)

“Kami berlima dalam mobil. Kapolsek di belakang. Saya di depan. Petrus mengemudi,” ujar Wara, suaranya bergetar.

Begitu mereka tiba, AKP Lusiyanto turun lebih dulu untuk menghadang mobil pelaku. Tapi yang datang justru rentetan tembakan. Dari balik semak, dari arah dalam arena. Semua begitu cepat. Semuanya gelap.

“Saya lihat Kopda Bazarsah pakai baju hitam, arahkan senjatanya ke Petrus. Bola matanya pecah di depan saya. Saya lompat ke kebun singkong. Saya pikir saya juga akan mati.”

Wara masih hidup. Tapi dengan trauma yang sepertinya tak akan pernah sembuh.

Seragam Itu Tak Salah, Tapi Jadi Saksi

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Tags

Rekomendasi

Terkini

X