ZAPD digagas oleh para tokoh dan aktivis cagar budaya Palembang diantaranya Kgs Rozak (Ketua KKP Palembang), Ustad Fathoni Husin Umrie, Vebri Al Lintani, Kms Ari Panji, R Heri Mastari, Mgs Yulyadi dan Kgs Zainudin.
Kegiatan ini juga dihadiri dan didukung oleh para tokoh Palembang antara lain SMB IV RM Fauwaz Diradja, KH Syafei Yunus, ustad Sofwatila, Kms Idham Murni, R Iskandar
Sulaiman dan Mgs Syaiful Fadli.
Nama Kramo Jayo yang juga menantu dari SMB II di waktu akhir-akhir ini memang menjadi sorotan oleh karena makamnya dirusak oleh orang yang tidak bertanggungjawab.
Padahal makam tersebut merupakan objek cagar budaya yang telah terdaftar secara nasional dengan Nomor Registrasi Nasional : PO2018090600566.
Baca Juga: Situasi Terkini Makam Pangeran Kramo Jayo
Dari nasabnya, Kramo Jayo merupakan anak Pangeran Natadiradja Raden Muhammad Hanafiah yang zuriyatnya bersambung dengan Sultan Palembang Darussalam ke-1 dan ke-2,
yakni: Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago bin Susuhunan Abdurrahman Khalifatul Mukminim Syaidul Imam.
Beliau juga menikahi Raden Ayu Khotimah, salah seorang anak dari Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II. dari pernikahannya ini, Kramo Jayo dikaruniai lima putri dan dua
putra yakni, R A Azimah, R A Syaikho, R A Zakiah, R.A. Fatimah, R A Zubaidah, Pangeran Nata Diraja Abdul Hafiz, dan Pangeran Wira Menggala Abdur Roqib. Sedangkan
dari istri yang lain, Pangeran Kramojayo memperoleh 18 orang anak.
Semasa hidupnya, Kramo Jayo menempati posisi penting dalam pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam dan juga pada masa Kresidenan Palembang. Pada 1819,
beliau dipercaya sebagai Komandan Buluwarti Timur di Benteng Kuto Besak dalam perang Menteng, dan Komandan Benteng Tambakbaya di muara Sungai Komering Plaju dengan
senjata pusaka yang paling ampuh yaitu 'Meriam Sri Palembang'.