Dari Gubuk Reyot ke Istana Hati: Perjalanan Abi Rahmatulloh dan Anak-Anak Yatim

photo author
- Jumat, 29 Agustus 2025 | 05:31 WIB
Dari Gubuk Reyot ke Istana Hati: Perjalanan Abi Rahmatulloh dan Anak-Anak Yatim (dok)
Dari Gubuk Reyot ke Istana Hati: Perjalanan Abi Rahmatulloh dan Anak-Anak Yatim (dok)

Ketikpos.com, Depok – Tidak semua pahlawan memakai jubah, sebagian justru memakai sarung sederhana, berjalan di lorong sempit kehidupan. Begitulah sosok Abi Rahmatulloh, seorang pria bersahaja yang memilih jalan sunyi: menjadi ayah bagi anak-anak yatim dan dhuafa.

Awal Perjuangan: Atap Bocor, Hati Teguh

Cerita ini tidak lahir dari gedung megah, melainkan dari gubuk reyot di sudut Depok. Dinding rapuh, atap bocor, dan lantai tanah menjadi saksi bagaimana Abi menampung anak-anak tanpa ayah, tanpa ibu, tanpa daya.

Malam-malam Abi diisi bukan dengan tidur nyenyak, melainkan dengan doa dan ikhtiar: menenangkan anak-anak yang kelaparan, memperbaiki genteng bocor, atau sekadar memastikan mereka bisa tersenyum meski dengan nasi seadanya.

Dari Setetes Menjadi Laut: Menggalang Harapan

Keterbatasan tidak membuatnya berhenti. Abi mulai mengetuk pintu hati orang-orang. Bukan sekadar menggalang dana, tapi menggalang kepercayaan. Setiap rupiah yang masuk bukan ia hitung sebagai angka, melainkan sebagai doa yang dikirim lewat tangan manusia.

“Selama anak-anak ini masih ada, perjuangan tidak boleh berhenti,” katanya, dengan tatapan yang lebih kokoh dari dinding rumahnya yang nyaris roboh.

Jumat Berkah: Ketika Sepiring Nasi Jadi Cahaya

Setiap Jumat, Abi menggelar program Jumat Berkah. Ia membagikan makanan kepada yatim dan dhuafa. Bagi sebagian orang mungkin sederhana, tapi bagi mereka, sepiring nasi itu adalah cahaya.

Di wajah anak-anak yang tersenyum, seolah Allah menulis pesan: “Kebaikan kecil, bila ikhlas, bisa mengguncang langit.”

PAUD Alam Insan Kamil: Sekolah Kecil, Mimpi Besar

Berkat dukungan donatur, lahirlah PAUD Alam Insan Kamil, sekolah berbasis alam untuk anak-anak asuh. Tak ada gedung bertingkat atau fasilitas modern, tapi ada tawa anak-anak yang merdeka dari rasa takut akan masa depan.

Di kelas sederhana itu, kapur tulis menjadi senjata, papan tulis jadi medan perjuangan. Dan setiap huruf yang mereka eja, adalah doa agar kelak bisa berdiri di atas kaki sendiri.

Mimpi Tak Pernah Berhenti: Pesantren Gratis

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Admin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X