“Intinya kalau ada pelanggaran, pasti ada sanksinya. Kampus yang menentukan sesuai ketentuan,” ujar Brian di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10).
Ia juga memastikan Universitas Udayana telah membentuk tim investigasi internal.
“Tim dari Pak Rektor akan melihat sejauh mana pelanggaran terjadi. Kalau terbukti, tentu akan diproses sesuai aturan,” tambahnya.
Mengacu ke Permendikbudristek 55/2024: Ini Deret Sanksinya
Regulasi yang jadi dasar tindakan kampus terhadap pelaku kekerasan dan perundungan adalah Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024.
Aturan ini menetapkan tiga lapis sanksi administratif:
Sanksi ringan: teguran atau permintaan maaf tertulis.
Sanksi sedang: penundaan kuliah atau pencabutan beasiswa.
Sanksi berat: pemberhentian tetap (drop out) sebagai mahasiswa.
Artinya, jika terbukti melakukan tindakan yang mengandung unsur kekerasan atau perundungan, DO bukan hal mustahil — melainkan konsekuensi hukum akademik.
Antara Empati, Etika, dan Penegakan Nilai Kemanusiaan
Kasus Timothy bukan sekadar tragedi individu; ia menjadi cermin rapuhnya kultur empati di lingkungan akademik.
Kematian sang mahasiswa tak hanya menyisakan luka keluarga, tapi juga menelanjangi sisi gelap relasi sosial kampus yang seharusnya menjadi ruang aman bagi semua.
Kini, publik menunggu:
Apakah Unud akan menegakkan prinsip kemanusiaan dan keadilan dengan sanksi tegas?
Ataukah kasus ini akan terkubur bersama keheningan yang semakin panjang di koridor lantai empat itu?