Setelah Timothy dan Aulia: Ketika Dunia Kedokteran Dihantui Budaya Hierarki, Perlukah Reformasi Akademik Dimulai dari Ruang Koas?

photo author
- Selasa, 21 Oktober 2025 | 07:54 WIB
Setelah Timothy dan Aulia: Ketika Dunia Kedokteran Dihantui Budaya Hierarki, Perlukah Reformasi Akademik Dimulai dari Ruang Koas? (dok)
Setelah Timothy dan Aulia: Ketika Dunia Kedokteran Dihantui Budaya Hierarki, Perlukah Reformasi Akademik Dimulai dari Ruang Koas? (dok)

“Dugaan perundungan di program tersebut membuat kami hentikan sementara sampai investigasi tuntas,” kata Dirjen Yankes RS Kariadi, dr. Azhar Jaya, dalam surat resmi tertanggal 14 Agustus 2024.

Meski pihak kampus membantah perundungan sebagai penyebab kematian, publik melihat kesamaan pola: lingkungan pendidikan kedokteran yang sarat tekanan psikologis, budaya senioritas, dan relasi kuasa yang timpang.

Budaya “Tekanan Sebagai Tradisi” di Pendidikan Kedokteran

Bagi sebagian dokter muda, fase koas (co-assistant) sering digambarkan sebagai ujian mental — bahkan kadang lebih berat daripada ujian akademik.
Jam kerja panjang tanpa kompensasi, tekanan dari senior, hingga intimidasi verbal, dianggap “ritual wajib” sebelum resmi menjadi dokter.

Namun tragedi demi tragedi kini memaksa publik mempertanyakan:
Apakah pendidikan yang melahirkan penyembuh justru menumbuhkan luka baru?

Sosiolog pendidikan Dr. Retno Purwanti menilai, sistem pendidikan kedokteran Indonesia masih mewarisi pola kolonial — kaku, vertikal, dan penuh subordinasi.

“Senioritas di fakultas kedokteran masih dianggap simbol otoritas. Padahal, di era modern, pendidikan seharusnya berorientasi pada empati dan kolaborasi, bukan ketakutan,” ujarnya.

Seruan Reformasi Budaya Akademik

Kini, dua kematian muda — Timothy dan Aulia — telah mengubah percakapan publik.
Dunia medis yang biasanya identik dengan intelektualitas dan rasa kemanusiaan justru diminta bercermin pada dirinya sendiri.

Pihak RSUP Prof. Ngoerah bahkan menyerukan agar kampus ikut mereformasi kultur akademik.

“Kami mengajak semua pihak menjaga nama baik profesi kesehatan, baik di dunia nyata maupun digital,” kata Sudana.

Beberapa pengamat menilai, sudah saatnya kampus menerapkan sistem perlindungan psikososial mahasiswa, mulai dari unit konseling independen, pelatihan empati, hingga pelaporan aman bagi korban kekerasan verbal.

Lebih dari Sekadar Kasus, Ini Soal Martabat Profesi

Kasus Timothy bukan hanya tragedi pribadi, tapi juga krisis moral institusional.
Ia mengguncang fondasi nilai yang seharusnya menjadi inti dunia medis: rasa empati, kemanusiaan, dan tanggung jawab sosial.

Jika ruang akademik gagal melindungi yang lemah, bagaimana mereka kelak melindungi pasien?

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Admin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X