Program Dokter Umum hingga Spesialis Harusnya Diurus Konsil Kesehatan dan Kemenkes, Bukan Kemendiknas

photo author
DNU
- Kamis, 4 Mei 2023 | 09:51 WIB
Audiensi bersama berbagai organisasi tenaga kesehatan, Dewan Kesehatan Rakyat dan Siti Fadilah Foundation bertemu Agung Laksono dari Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Jumat (28/4) lalu. (tangkapan layar @bergelora.com)
Audiensi bersama berbagai organisasi tenaga kesehatan, Dewan Kesehatan Rakyat dan Siti Fadilah Foundation bertemu Agung Laksono dari Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Jumat (28/4) lalu. (tangkapan layar @bergelora.com)

Aturan adaptasi bukan common practice di negara maju. Solusinya adalah untuk proses pemilihan dan keabzahan ijazah, dan penilaian kompetensi sesuai standard internasional. Bila dokter lulusan luar di anggap kompeten dan lulusan universitas ternama dapat disederhanakan proses nya untuk dapat berkerja di Indonesia untuk daya tarik masyarakat tidak berobat di luar negeri.

“Di negara maju, tidak ada diskriminasi dan perbedaan perlakuan antara dokter lulusan luar negeri dan dokter lulusan dalam negeri. Oleh karena ini terjadi kompetisi sehat dan perbaikan dalam kualitas pelayanan kesehatan,” katanya.

Tak Dibatasi 4 Tahun

Dokter WNA expert tidak seharusnya dibatasi 4 tahun maksimal bekerja di Indonesia. Term of condition yang tidak fleksibel dan merugikan untuk para dokter WNA expert menjadi halangan untuk memilih bekerja di Indonesia.

“Ini merugikan masyarakat yang layak untuk mendapat pelayanan kesehatan yang terbaik tanpa harus berobat keluar negeri,” tegasnya.

Bila terjadi malpractice dan medical error dengan sengaja atau kelalaian, dokter tidak seharusnya ada hak imunitas, karena efek jera kualitas pelayanan kesehatan dapat terjamin. Tidak bisa di pungkiri bahwa profesi tenaga kesehatan medis adalah pekerjaan yang butuh tanggung jawab dan resiko yang sangat besar.

“Oleh karena itu sangat dibutuhkan untuk edukasi hukum dan diperjelas secara detail mengenai UU kriminalisasi tenaga kesehatan,” katanya.

Pada prinsipnya menurut Dr. Yenni Tan, RUU Kesehatan di rancang untuk kebaikan masyarakat. Ini sangat dibutuhkan kompetisi sehat yang adil dan non-diskriminatif untuk dokter lulusan luar negeri maupun dokter lulusan dalam negeri.

Urgensi Disahkan UU Kesehatan

Monopoli IDI menurutnya dalam mengurus rekomendasi Surat Ijin Praktek dan SKP menelan biaya sangat bervariatif sehingga menyulitkan praktisi kesehatan dan masyarakat,– harus dihapuskan.

“Untuk itu kami mendukung penuh RUU Kesehatan untuk disahkan pada tahun 2023 ini dengan pertimbangan urgensi, sangat dibutuhkan perubahan ,pentingnya mengembalikan kewenangan dan hak pemerintah agar RUU Kesehatan benar benar bermanfaat bagi kesehatan masyarakat.

Pertemuan dengan Wantimpres Agung Laksono dihadiri oleh beberapa organisasi selain  dari FDSP, JDN (World Medical Association), KAMPAK (Kesatuan Aksi Memperjuangkan Profesi Apoteker Indonesia), Pemerhati Pendidikan dan Pelayanan Kesehatan Indonesia, Siti Fadillah Foundation, Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), AAPN (Aliansi Apoteker dan Asisten Apoteker Peduli Negeri), Korban Panitia Nasional Uji Kompetensi Apoteker Indonesia (PN UKAI), PHNI ( Persatuan Honorer Nakes Indonesia), Forbides (Forum Bidan Desa), LPPI (Lembaga Pemerhati Perawat Indonesia). 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: DNU

Sumber: Bergelora.com

Tags

Rekomendasi

Terkini

X