Muhammad Miftahudin, S.H., menilai kepolisian bertindak di luar koridor hukum.
“Petugas datang tanpa Surat Tugas, tanpa Surat Perintah Penangkapan, dan tanpa memberikan SPDP. Ini bukan sekadar kelalaian ini bentuk kesewenang-wenangan yang melanggar hak konstitusional warga negara,” ujar Ketua YBH SSB DPC Kota Palembang.
Anggota tim kuasa hukum lainnya, Angga Saputra, SH., MH menyoroti absennya SPDP sejak awal proses.
“Jika penangkapan dilakukan tanpa surat, itu bukan penegakan hukum itu pelanggaran hukum. Keluarga dan kuasa hukum tidak punya akses pembelaan sejak awal, sehingga proses menjadi timpang,” kata Angga dari YBH SSB DPC Palembang sekaligus dari Kantor Hukum SHS Law Frim ini
Sementara itu, Dedy Irawan menegaskan bahwa putusan MK bersifat mengikat dan wajib dipatuhi.
“MK sudah jelas mewajibkan SPDP diberikan kepada tersangka dan keluarganya. Jika penyidik mengabaikannya, berarti mereka secara sadar menempatkan diri di luar hukum,” ujarnya.
Melalui praperadilan ini, YBH-SSB meminta hakim PN Palembang untuk: menyatakan penangkapan tidak sah, menyatakan penetapan tersangka tidak sah, serta menyatakan seluruh tindakan penyidikan tidak sah secara hukum.
Baca Juga: YBH SSB: Perlawanan Warga Tertahan, Sidang Derden Verzet Kembali Tertunda
Permintaan tersebut diajukan karena proses dinilai melanggar asas legalitas dan prinsip due process of law.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena dugaan pelanggaran prosedur serupa dinilai kerap terjadi di Sumatera Selatan.
Hasil praperadilan ini dinilai akan menjadi preseden penting terkait akuntabilitas aparat penegak hukum.
Sidang akan dilanjutkan besok dengan agenda mendengarkan jawaban termohon dan pembuktian dari kedua belah pihak. ***