Untuk memperkuat legitimasi kekuasaan kesultanan, maka dibangun sebuah Keraton Baru Kuto Cerancangan di Beringin Janggut pada tahun 1660, dan membangun sebuah Masjid Negara (1663). Masjid ini kemudian dikenal dengan Masjid Lama (17 Ilir sekarang) dan kini hanya tinggal namanya saja.
Sultan Abdurrahman memerintah selama 45 tahun dan diberi gelar sebagai Bapak Pembangunan Kesultanan Palembang Darussalam. Selain gelar tersebut, beliau setelah wafat juga dijuluki dengan sebutan Sunan Candi Walang. Sultan dimakamkan di Gubah Candi Walang 24 Ilir Palembang.
Dibawah kepemimpinan beliau Islam telah menjadi agama Kesultanan Palembang Darussalam (Darussalam = negeri yang aman, damai dan sejahtera) dan pelaksanaan hukum syariat Islam berdasarkan ketentuan resmi. Beliau menyusun, mengatur, mengorganisasi struktur, dan memantapkan pemerintahan modern secara luas dan menyeluruh. Semua hukum dan pengadilan ditegakkan, pertahanan, pertanian, perhutanan dan hasil bumi lainnya ditata dengan serius.
Struktur pemerintahan di tata sesuai menurut adat istiadat negeri yang lazim diatur leluhur di Kesultanan Palembang ini. Sultan mempunyai seorang penasehat Agama dan seorang sekretaris. Juga didampingi pelaksana pemerintahan sehari-hari sebagai pelaksana harian dan didampingi oleh Kepala Pemerintahan setempat sebagai Kepala Daerah. Tiga orang sebagai anggota Dewan Menteri terdiri dari pangeran Natadiraja, pangeran Wiradinata dan pangeran Penghulu Nata Agama yang mengatur tentang seluruh permasalahan Agama Islam.
Demikian ringkas sejarah di atas, Palembang Darussalam merupakan usaha pendahulu kita dari zuriyat kesultanan Palembang telah meletakan dasar-dasar bagi terbangunnya peradaban mulia: Palembang Darussalam. Sebuah peradaban negeri yang aman, damai dan sejahtera yang dirindukan oleh seluruh masyarakat Palembang sampai dengan sekarang.
Baca Juga: Ziarah Akbar akan Dijadwalkan setiap Syawal, Ziarah Kubro Sebelum Puasa Ramadhan
C. Tentang Pangeran Kramajaya dan Makamnya
Pangeran Kramajaya merupakan Panglima Kesultanan Palembang Darussalam yang tidak terkalahkan pada zamannya. Beliau juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri yang dilantik oleh Belanda pada masa penjajahan Belanda. Beliau memiliki nama asli Raden Abdul Azim Nato Dirajo Lahir di Palembang, hari Kamis, bulan Ramadhan 1207H atau 1792 M, pukul 10 pagi.
Jika menilik dari sosok beliau, adalah seorang yang berani dan kuat, setia dan patuh. Tegas dan tidak takut melawan Belanda bahkan tak terkalahkan. Ini dibuktikan melalui beberapa pengalaman beliau memimpin Perang Menteng di BKB, dan perang di Sungai Komering dengan mengandalkan senjata yang ampuh diberi nama “Meriam Sri Palembang”.
Seiring waktu dan keberanian yang beliau tunjukkan dalam beberapa dekade yang berani dan tak terkalahkan. Akhirnya, beliau ditangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Jawa Timur (Purbolinggo-Banyumas). Terakhir beliau sakit dan akhirnya meninggal pada 5 Mei 1862 dan dimakamkan di 15 Ilir Palembang.
Terkait keberadaan makam beliau zuriyat Kesultanan Palembang berhadap pemerintah mengembalikan hak dan memfasilitasi pemugaran, makam dikembalikan sebagai Cagar Budaya dan dipugar kembali.
Harapan ke depan sebagai warga Palembang, pemerintah bisa memperhatikan lebih banyak tehadap aset dan cagar budaya yang ada. Kelompok masyarakat khususnya zuriyat Palembang Darussalam harus proaktif untuk melindungi cagar budaya agar bukti sejarah dapat terselamatkan dan menjadi kebanggaan bahwa terdapat peradaban Islam berdiri kokoh dulu di bumi Palembang Darussalam, bukti ini harus dikenang dan diketahui oleh generasi saat ini dan akan datang.
Sehingga aset ini juga bisa dijadikan aset wisata halal mampu mendongkrak kunjungan wisatawan mancanegara maupun wistawan nusantara ke Palembang dan memberikan efek menggeliatnya ekonomi hingga sektor bawah UKM.
D. Makna Ziarah Akbar Bagi Zuriyat
Pada kesempatan berbahagia ini saya juga akan berbagi dan memberikan makna terhadap kegiatan ziarah akbar yang dilakukan oleh para zuriyat, ormas, dan yayasan kesultanan Palembang Darussalam.
Pada dasarnya, definisi “ziarah” secara etimologi berasal dari bahasa Arab (zaara yazuuru, ziyarotan) bermakna berkehendak mendatangi atau berkunjung ke suatu tempat. Sedangkan secara istilah ziarah dapat diartikan sebagai mengunjungi kuburan dari kerabat, kawan, saudara, keluarga, para wali, dan atau para aulia yang bertujuan untuk mendoakan yang telah meninggal atau dikubur.
Artikel Terkait
Palembang Darurat Cagar Budaya, Ini Penilaian Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya Terhadap Pemkot Palembang
Palembang Darurat Cagar Budaya, Tuntutan Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB) kepada Wako Palembang
Benarkah Pelestarian Cagar Budaya di Palembang Bak "Jauh Panggang dari Api?"
Palembang Darurat Cagar Budaya, Kok Bisa? Ini Beberapa Cagar Budaya yang Memprihatinkan
TACB Sumsel Segera Berkoordinasi dengan TACB Kota Palembang terkait Darurat Cagar Budaya di Palembang
AMPCB Surati Kapolresta dan TACB Sumsel Terkait Darurat Cagar Budaya
Charma Afrianto: Pemkot Palembang Tidak Serius, Tak Ada Niat Rawat Cagar Budaya
Komplek Pemakaman Pangeran Kramajaya Rusak, Kalau Tak Diselesaikan Dikhawatirkan Merembet ke Isu SARA
Pemakamannya Diduga Hilang, Siapa Pangeran Kramajaya, Ternyata Menantu SMB II
Hentikan Perusakan Pemakaman Pangeran Kramojayo, AMPCB akan Lakukan Aksi Damai
Nasib Tragis Panglima Tangguh Kramojayo, Makamnya Dipagari Seng dan Nisannya Dirusak, Palembang Diampuk Nian
Pemkot dan Polrestabes Tak Serius Tangani Perusakan Cagar Budaya Komplek Pemakaman Kramo Jayo
Pangeran Bupati Panembahan Hamim dan Pangeran Kramojayo
Pangeran Kramojayo, Nama Jalan Rumah Dinas Walikota, Sayang Makamnya Kini Tak Jelas
Ziarah Akbar Palembang Darussalam ke Makam Pangeran Kramojayo yang Kini Raib